#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Manyimak info sekitar kepahlawanan Sisingamangaraja dan
kontroversi pemilihan agamanya di akhir hayatnya)
__________________________________________________________
________________
Kata Pengantar
________________
Merdeka...merdeka...merdeka...!
Entah bagaimanala hidup ini Lae, ito, oppung ataupun borutulang,
"Sungguh kurang pas atau mungkin tidak pantas jika diantara halak
hita halak batak ini justru saling menyukai karena agamanya. Saya
suka Batak Islam karena Saya agama Islam dan saudara para Lae suka
halak hita Kristen kartena para lae memang agama Kristen".
Terlepas dari tijauan agama itu sendiri, sesungguhnyalah diantara
hita halak batak tidak punya alasan untuk tidak saling menyukai,
karena sesungguhnya pula kita telah menyatu dalam tarombo dan
darah.
Begitupun tak dapat saya dustai bahwa agama Islam saya cukup
berpengaruh pada saya dalam hal penilaian halak hita, halak
batak.
Dalam hubungannya dengan postingan ini, postingan Sisingamangaraja
ini wikipedia lewat alamat situs :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sisingamangaraja_XII
mengatakan :
Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII adalah agama asli Batak.
Namun sudah sejak zaman Belanda terdengar isu bahwa menjelang tahun 1880-an
Sisingamangaraja memeluk agama Islam. Yang pertama menyebarkan desas-desus
bahwa Singamangaraja XII telah menjadi seorang Muslim adalah para penginjil
RMG (Rheinische Missionsgesellschaft).
Terhadap pernyataan ini maka penulis ingin berkata :
1. Rasa suka saya menjadi lebih tinggi pada Sisingamangaraja (Dari
variabel sedang menjadi lebih tinggi). Dan tentu ini dapat kita
maklumi jika kita memahami sejarah Sisingamangaraja (Toba) VS
Sorimangaraja (Angkola).
2. Berdasarkan pengetahuan penulis pada sejarah Islam Tano Batak
pun pemahaman pada macam sajian bukti wikipedia, maka penulis
yakin Sisingamangaraja diakhir hayatnya memang masuk agama
Islam.
3. Dan terhadap keagamaan Sisingamanmgaraja ini, tentu para Oppung,
Lae atau apapun sesuai panggilan yang semestinya tidak punya
keberatan jika penulis memberikan do'a secara Islami pada beliau
yaitu Sisingamangaraja ke-XII. Dan do'a ini bukanlah dari sisi
sejarah tanah batak, tapi dari sisi "Pejuang Kemedekaan Tanah
Batak".
4. Dan ini menjadi sangat penting mengingat "Bulan ini bulan dimana
kita para masyarakat batak mengenang jasa-jasa kepahlawanan kita
dalam mengusir Bolanda dari tanah batak. Dan mengenang itu sendiri
tentu bisa dengan tapakur, memanjatkan do'a atau ziarah.
Untuk itu...!
Bismillahirrahmanirrahim...!
"Ya Allah ya Tuhan kami, berikan tempat yang lapang pada pejuang-
pejuang kemerdekaan kami khsusnya pada Oppung kami Sisingamangaraja
ke-12, tempatkan beliau ya Allah di tempat yang di ridhoiMu". Amin
ya robbal alamin...!
Para kawan...!
Berikut info tentang Oppungta Sisingamangaraja ke-XII khsusnya dalam
hubungannya dengan perjuangan kemerdekaan dan keagamaan.
Selamat menyimak dengan lagu pembukaan, "Asideng-assideng"
_____________________________________
Sekilas tentang Sisingamangaraja XII
_____________________________________
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di
Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri
Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian
diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.
Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung,
Balige pada tahun 1953.
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian
digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu
Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja
XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai
raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba
bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka)
Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda,
dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di
Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka
hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda
sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut.
Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan
Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
* Perang melawan Belanda
Ket :
Peta Ekspedisi Toba 1878
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta
bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh
Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil
sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Si Singamangaraja XII di
Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat
kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil
Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju
ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara
kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian
mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan
ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan
yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga.
Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Si Singamangaraja
diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat
ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat
menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi.
Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk
bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan
pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan
perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa
kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur
juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi
pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif
menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883
serta Tangga Batu pada tahun 1884.
___________________________________________________
Sekilas Kontroversi Agama Sisingamangaraja XII
___________________________________________________
* Hal Cap Mohor Sisingamangaraja XII
Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII adalah agama asli Batak.
Namun sudah sejak zaman Belanda terdengar isu bahwa menjelang tahun 1880-an
Sisingamangaraja memeluk agama Islam. Yang pertama menyebarkan desas-desus
bahwa Singamangaraja XII telah menjadi seorang Muslim adalah para penginjil
RMG (Rheinische Missionsgesellschaft)[butuh rujukan].
Mereka tiba pada kesimpulan tersebut karena pada saat itu Singamangaraja XII
mulai menyalin kerjasama dengan pihak Aceh. Hal itu dilakukannya karena
ia mencari sekutu melawan para penginjil RMG yang pengaruhnya di Silindung
menjadi semakin terasa dan yang menjalin hubungan erat dengan pemerintah dan
tentara Belanda. Namun alasan utama maka para misionaris RMG menyebarkan
isu bahwa Singamangaraja telah menjadi seorang Muslim adalah untuk meyakinkan
pemerintah Belanda untuk menganeksasi Tanah Batak.
Atas permintaan penginjil RMG, terutama I.L. Nommensen, tentara kolonial
Belanda akhirnya menyerang markas Singamangaraja XII di Bangkara dan
memasukkan Toba dan Silindung ke dalam wilayah jajahan Belanda.
Kontroversi perihal agama Singamangaraja hingga kini tidak pernah reda.
Juga sesudah wilayah Batak menjadi bagian dari Hindia Belanda desas-desus
bahwa Singamangaraja XII memeluk agama Islam tidak pernah berhenti, sampai
ada yang menulis bahwa "Volgens berichten van de bevolking moet de togen,
woordige titularis een 5 tak jaren geleden tot den Islam zijn bekeerd,
doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk op zijn
omgeving uit om zich te bekeeren" ("menurut laporan dari penduduk maka
sang raja sekitar lima tahun yang lalu memeluk agama Islam, namun ia tidak
menjadi seorang Islam fanatis dan tidak berusaha untuk meyakinkan rakyat
supaya turut menggatikan agamanya").
Kemudian dalam sebuah surat rahasia kepada Departement van Oorlog (Departemen
Pertahanan), maka Letnan L. van Vuuren dan Berenschot pada tanggal 19 Juli 1907
menyatakan, "Dat het vaststaat dat de oude S.S.M. met zijn zoons tot den
Islam waren overgegaan, al zullen zij wel niet Mohamedanen in merg en been
geworden zijn" ("Bahwa sudah pasti S. S. M. yang tua dengan putra-putranya
telah beralih memeluk agama Islam, walaupun keislaman mereka tidak seberapa
meresap dalam sanubarinya").
Selain laporan oleh para misionaris Jerman dan oleh koran-koran Belanda,
petunjuk lainnya bahwa Singamangaraja XII beralih agama ke agama Islam
termasuk:
Singamangaraja XII tidak makan babi;
pengaruh Islam terlihat pada bendera perang Singamangaraja dalam gambar
kelewang, matahari dan bulan; dan Sisingamangaraja XII memiliki cap yang
bertuliskan huruf Jawi (tulisan Arab-Melayu).
Untuk butir 1 dapat dikatakan bahwa bukan hanya Singamangaraja XII yang
tidak boleh makan babi, melainkan hal itu berlaku juga untuk semua
Singamangaraja sebelumnya. Pantangan makan babi tidak ada kaitan dengan
agama Islam melainkan juga berlaku untuk para raja yang beragama Hindu.
Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa agama asli Batak sangat kuat pengaruh
Hindu. Untuk butir 2, kelewang, matahari, dan bulan bukan lambang yang
eksklusif Islam. Selain daripada itu perlu diingatkan bahwa kerajaan
Singamangaraja XII dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan Islam sehingga tidak
mengherankan kalau ia meminjamkan lambang yang juga digunakan oleh para
raja Melayu. Khususnya untuk butir 3.
cap Singamangaraja telah dianalisis oleh Prof. Uli Kozok. Selain sebuah
teks yang memakai surat Batak (aksara Batak) terdapat pula sebuah teks
berhuruf Jawi (Arab Melayu) yang berbunyi; Inilah cap maharaja di negeri
Teba kampung Bakara nama kotanya hijrat nabi 1304 sedangkan dalam aksara
Batak pada cap itu tertulis Ahu ma sap tuan Si Singamangaraja tian Bangkara,
artinya "Akulah cap Tuan Si Singamangaraja dari Bangkara".
Berdasarkan analisis empat cap Singamangaraja maka Profesor Kozok tiba
pada kesimpulan bahwa keempat cap Singamangaraja masih relatif baru, dan
diilhami oleh cap para raja Melayu, terutama oleh kerajaan Barus. Pada
abad ke-19 huruf Arab-Melayu (Jawi) umum dipakai oleh semua raja di Sumatra
sehingga sangat masuk akal bahwa Singamangaraja XII juga menggunakan huruf
yang sama agar capnya dapat dibaca tidak hanya oleh orang Batak sendiri
melainkan juga oleh orang luar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa argumentasi bahwa Singamangaraja XII
telah berpindah agama cukup lemah. Sekiranya Singamangaraja memang memeluk
agama Islam maka pasti ia akan mengimbau agar rakyatnya juga memeluk
agama Islam. Laporan para penginjil seperti I.L. Nommensen bahwa
Singamangaraja telah memeluk agama Islam terutama dimaksud untuk
mendiskreditkan Singamangaraja dan untuk menggambarkannya sebagai musuh
pemerintah Belanda.
* Hal Makam
Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah
pertempuran dengan Belanda di pinggir bukit Aek Sibulbulen,
di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten
Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang.
Sebuah peluru menembus dadanya, akibat tembakan pasukan Belanda
yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Menjelang nafas terakhir
dia tetap berucap, Ahuu Sisingamangaraja.
Turut gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi,
serta putrinya Lopian. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan
di Tarutung.
Sisingamangaraja XII sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara
militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, setelah sebelumnya mayatnya
diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian
dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak
14 Juni 1953, yang dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat dan keluarga.
Sisingamangaraja XII digelari Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan
Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal
19 Nopember 1961.
* Hal Warisan sejarah
Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII ini telah menginspirasikan
masyarakat Indonesia, yang kemudian Sisingamangaraja XII diangkat
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Selain itu untuk mengenang
kepahlawanannya, nama Sisingamangaraja juga diabadikan sebagai
nama jalan di seluruh kawasan Republik Indonesia.
___________
Penutup
___________
Demikian infonya para kawan...!
...dan...
Merdeka...merdeka...merdeka....!
____________________________________________________
Cat :
(Manyimak info sekitar kepahlawanan Sisingamangaraja dan
kontroversi pemilihan agamanya di akhir hayatnya)
__________________________________________________________
________________
Kata Pengantar
________________
Merdeka...merdeka...merdeka...!
Entah bagaimanala hidup ini Lae, ito, oppung ataupun borutulang,
"Sungguh kurang pas atau mungkin tidak pantas jika diantara halak
hita halak batak ini justru saling menyukai karena agamanya. Saya
suka Batak Islam karena Saya agama Islam dan saudara para Lae suka
halak hita Kristen kartena para lae memang agama Kristen".
Terlepas dari tijauan agama itu sendiri, sesungguhnyalah diantara
hita halak batak tidak punya alasan untuk tidak saling menyukai,
karena sesungguhnya pula kita telah menyatu dalam tarombo dan
darah.
Begitupun tak dapat saya dustai bahwa agama Islam saya cukup
berpengaruh pada saya dalam hal penilaian halak hita, halak
batak.
Dalam hubungannya dengan postingan ini, postingan Sisingamangaraja
ini wikipedia lewat alamat situs :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sisingamangaraja_XII
mengatakan :
Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII adalah agama asli Batak.
Namun sudah sejak zaman Belanda terdengar isu bahwa menjelang tahun 1880-an
Sisingamangaraja memeluk agama Islam. Yang pertama menyebarkan desas-desus
bahwa Singamangaraja XII telah menjadi seorang Muslim adalah para penginjil
RMG (Rheinische Missionsgesellschaft).
Terhadap pernyataan ini maka penulis ingin berkata :
1. Rasa suka saya menjadi lebih tinggi pada Sisingamangaraja (Dari
variabel sedang menjadi lebih tinggi). Dan tentu ini dapat kita
maklumi jika kita memahami sejarah Sisingamangaraja (Toba) VS
Sorimangaraja (Angkola).
2. Berdasarkan pengetahuan penulis pada sejarah Islam Tano Batak
pun pemahaman pada macam sajian bukti wikipedia, maka penulis
yakin Sisingamangaraja diakhir hayatnya memang masuk agama
Islam.
3. Dan terhadap keagamaan Sisingamanmgaraja ini, tentu para Oppung,
Lae atau apapun sesuai panggilan yang semestinya tidak punya
keberatan jika penulis memberikan do'a secara Islami pada beliau
yaitu Sisingamangaraja ke-XII. Dan do'a ini bukanlah dari sisi
sejarah tanah batak, tapi dari sisi "Pejuang Kemedekaan Tanah
Batak".
4. Dan ini menjadi sangat penting mengingat "Bulan ini bulan dimana
kita para masyarakat batak mengenang jasa-jasa kepahlawanan kita
dalam mengusir Bolanda dari tanah batak. Dan mengenang itu sendiri
tentu bisa dengan tapakur, memanjatkan do'a atau ziarah.
Untuk itu...!
Bismillahirrahmanirrahim...!
"Ya Allah ya Tuhan kami, berikan tempat yang lapang pada pejuang-
pejuang kemerdekaan kami khsusnya pada Oppung kami Sisingamangaraja
ke-12, tempatkan beliau ya Allah di tempat yang di ridhoiMu". Amin
ya robbal alamin...!
Para kawan...!
Berikut info tentang Oppungta Sisingamangaraja ke-XII khsusnya dalam
hubungannya dengan perjuangan kemerdekaan dan keagamaan.
Selamat menyimak dengan lagu pembukaan, "Asideng-assideng"
_____________________________________
Sekilas tentang Sisingamangaraja XII
_____________________________________
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di
Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri
Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian
diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.
Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung,
Balige pada tahun 1953.
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian
digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu
Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja
XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai
raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba
bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka)
Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda,
dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di
Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka
hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda
sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut.
Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan
Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
* Perang melawan Belanda
Ket :
Peta Ekspedisi Toba 1878
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta
bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh
Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil
sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Si Singamangaraja XII di
Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat
kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil
Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju
ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara
kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian
mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan
ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan
yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga.
Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Si Singamangaraja
diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat
ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat
menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi.
Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk
bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan
pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan
perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa
kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur
juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi
pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif
menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883
serta Tangga Batu pada tahun 1884.
___________________________________________________
Sekilas Kontroversi Agama Sisingamangaraja XII
___________________________________________________
* Hal Cap Mohor Sisingamangaraja XII
Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII adalah agama asli Batak.
Namun sudah sejak zaman Belanda terdengar isu bahwa menjelang tahun 1880-an
Sisingamangaraja memeluk agama Islam. Yang pertama menyebarkan desas-desus
bahwa Singamangaraja XII telah menjadi seorang Muslim adalah para penginjil
RMG (Rheinische Missionsgesellschaft)[butuh rujukan].
Mereka tiba pada kesimpulan tersebut karena pada saat itu Singamangaraja XII
mulai menyalin kerjasama dengan pihak Aceh. Hal itu dilakukannya karena
ia mencari sekutu melawan para penginjil RMG yang pengaruhnya di Silindung
menjadi semakin terasa dan yang menjalin hubungan erat dengan pemerintah dan
tentara Belanda. Namun alasan utama maka para misionaris RMG menyebarkan
isu bahwa Singamangaraja telah menjadi seorang Muslim adalah untuk meyakinkan
pemerintah Belanda untuk menganeksasi Tanah Batak.
Atas permintaan penginjil RMG, terutama I.L. Nommensen, tentara kolonial
Belanda akhirnya menyerang markas Singamangaraja XII di Bangkara dan
memasukkan Toba dan Silindung ke dalam wilayah jajahan Belanda.
Kontroversi perihal agama Singamangaraja hingga kini tidak pernah reda.
Juga sesudah wilayah Batak menjadi bagian dari Hindia Belanda desas-desus
bahwa Singamangaraja XII memeluk agama Islam tidak pernah berhenti, sampai
ada yang menulis bahwa "Volgens berichten van de bevolking moet de togen,
woordige titularis een 5 tak jaren geleden tot den Islam zijn bekeerd,
doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk op zijn
omgeving uit om zich te bekeeren" ("menurut laporan dari penduduk maka
sang raja sekitar lima tahun yang lalu memeluk agama Islam, namun ia tidak
menjadi seorang Islam fanatis dan tidak berusaha untuk meyakinkan rakyat
supaya turut menggatikan agamanya").
Kemudian dalam sebuah surat rahasia kepada Departement van Oorlog (Departemen
Pertahanan), maka Letnan L. van Vuuren dan Berenschot pada tanggal 19 Juli 1907
menyatakan, "Dat het vaststaat dat de oude S.S.M. met zijn zoons tot den
Islam waren overgegaan, al zullen zij wel niet Mohamedanen in merg en been
geworden zijn" ("Bahwa sudah pasti S. S. M. yang tua dengan putra-putranya
telah beralih memeluk agama Islam, walaupun keislaman mereka tidak seberapa
meresap dalam sanubarinya").
Selain laporan oleh para misionaris Jerman dan oleh koran-koran Belanda,
petunjuk lainnya bahwa Singamangaraja XII beralih agama ke agama Islam
termasuk:
Singamangaraja XII tidak makan babi;
pengaruh Islam terlihat pada bendera perang Singamangaraja dalam gambar
kelewang, matahari dan bulan; dan Sisingamangaraja XII memiliki cap yang
bertuliskan huruf Jawi (tulisan Arab-Melayu).
Untuk butir 1 dapat dikatakan bahwa bukan hanya Singamangaraja XII yang
tidak boleh makan babi, melainkan hal itu berlaku juga untuk semua
Singamangaraja sebelumnya. Pantangan makan babi tidak ada kaitan dengan
agama Islam melainkan juga berlaku untuk para raja yang beragama Hindu.
Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa agama asli Batak sangat kuat pengaruh
Hindu. Untuk butir 2, kelewang, matahari, dan bulan bukan lambang yang
eksklusif Islam. Selain daripada itu perlu diingatkan bahwa kerajaan
Singamangaraja XII dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan Islam sehingga tidak
mengherankan kalau ia meminjamkan lambang yang juga digunakan oleh para
raja Melayu. Khususnya untuk butir 3.
cap Singamangaraja telah dianalisis oleh Prof. Uli Kozok. Selain sebuah
teks yang memakai surat Batak (aksara Batak) terdapat pula sebuah teks
berhuruf Jawi (Arab Melayu) yang berbunyi; Inilah cap maharaja di negeri
Teba kampung Bakara nama kotanya hijrat nabi 1304 sedangkan dalam aksara
Batak pada cap itu tertulis Ahu ma sap tuan Si Singamangaraja tian Bangkara,
artinya "Akulah cap Tuan Si Singamangaraja dari Bangkara".
Berdasarkan analisis empat cap Singamangaraja maka Profesor Kozok tiba
pada kesimpulan bahwa keempat cap Singamangaraja masih relatif baru, dan
diilhami oleh cap para raja Melayu, terutama oleh kerajaan Barus. Pada
abad ke-19 huruf Arab-Melayu (Jawi) umum dipakai oleh semua raja di Sumatra
sehingga sangat masuk akal bahwa Singamangaraja XII juga menggunakan huruf
yang sama agar capnya dapat dibaca tidak hanya oleh orang Batak sendiri
melainkan juga oleh orang luar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa argumentasi bahwa Singamangaraja XII
telah berpindah agama cukup lemah. Sekiranya Singamangaraja memang memeluk
agama Islam maka pasti ia akan mengimbau agar rakyatnya juga memeluk
agama Islam. Laporan para penginjil seperti I.L. Nommensen bahwa
Singamangaraja telah memeluk agama Islam terutama dimaksud untuk
mendiskreditkan Singamangaraja dan untuk menggambarkannya sebagai musuh
pemerintah Belanda.
* Hal Makam
Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah
pertempuran dengan Belanda di pinggir bukit Aek Sibulbulen,
di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten
Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang.
Sebuah peluru menembus dadanya, akibat tembakan pasukan Belanda
yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Menjelang nafas terakhir
dia tetap berucap, Ahuu Sisingamangaraja.
Turut gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi,
serta putrinya Lopian. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan
di Tarutung.
Sisingamangaraja XII sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara
militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, setelah sebelumnya mayatnya
diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian
dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak
14 Juni 1953, yang dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat dan keluarga.
Sisingamangaraja XII digelari Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan
Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal
19 Nopember 1961.
* Hal Warisan sejarah
Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII ini telah menginspirasikan
masyarakat Indonesia, yang kemudian Sisingamangaraja XII diangkat
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Selain itu untuk mengenang
kepahlawanannya, nama Sisingamangaraja juga diabadikan sebagai
nama jalan di seluruh kawasan Republik Indonesia.
___________
Penutup
___________
Demikian infonya para kawan...!
...dan...
Merdeka...merdeka...merdeka....!
____________________________________________________
Cat :
No comments:
Post a Comment