Tuesday, May 12, 2015

Benteng Vredeburg Jogja : Sejarah, Interior dan Diorama


#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Menyimak info sekitar Benteng Vredeburg - Jogja sekaligus
memberikan pendapat tentang keberadaan benteng tersebut
pun melihat macam dioramnya)
____________________________________________________












__________________

Kata Pengantar
__________________

Merdeka...Meredeka...Merdeka...!

Adalah salah satu istilah yang paling populer di Negara ini,
baik sebelum merdeka, maupun sesudah merdeka. Iyakan...?

Sebelum Merdeka...!

Merdeka di ucapkan agar Merdeka, lepas dari penjajahan

Sesudah Merdeka...!

Merdeka di ucapkan, agar kita selalu ingat bahwa kita
sudah merdeka.

Merdeka...Merdeka...Merdeka...!

Jika kita mencari kata yang berhubungan dengan "Merdeka" tentu
akan sangat banyak kita jumpai, tak terkecuali dalam bahasa Batak,
antara lain Bolanda, Jopang, Gurilla atau grilya, senapangng masin,
Soekarno, Sisingamangaraja, dll, termasuk istilah Benteng.

Ada namnya Benteng Huraba, Benteng Harahap, Benteng Siregar,
Benteng Salak, Benteng Harmbir, Benteng Pakpahan dan Benteng
Vredeburg.

Eis...!

- Ada apa dengan benteng Vredeburg...?
- Dimana tempatnya...?
- Siapa Katua Kapalanya...?
- Apa meriamnya...!
- Bagaimana perananya pada masa lampau...?
...dan...
- Bagaimana pula keadannya pada masa sekarang...?

Adalah macam isi dari postingan ini, yang mana menjadi terposting
di blog ini, karena penulis bersama keluarga di awal bulan Mei ini
memang berwisata History ke Benteng ini di Jogja ini - Indonesia ini.

Anda pembaca angkolafacebook.blogspot.com...!

Jika anda ingin tahu lebih mendalam mengenai benteng Vredeburg ini,
maka tetaplah di postingan ini....dan...selamat menyimak bersama
lagu "Sepasang Mata Bola" dari Maymintaraga.

Serang....ggg...ggg...! Tembak....! Duar...rrrrr.....
Maju terus....ssss.....duar...duar...duar.....mundur....rrrr.....
serang muse...eeeeee.....bom......ciut...tttttt........bum!

"Itu la kau ini...!
Sudah ku bilang jangan bertempur, masih bertempur juga.
Mati lakau jadinya...! Kata Naga Bonar pad si Bambang Prayogo

Musik...!


________________________________________________________

SekilasM info tentang Benteng Vredeburg yang sekarang
telah menjadi Museum Benteng Vredeburg
________________________________________________________







* Pemahaman Umum

Museum Benteng Vredeburg (bahasa Jawa: Hanacaraka,
Musium Beteng Vredeburg) adalah sebuah benteng yang terletak di depan
Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini
menjadi sebuah museum. Di sejumlah bangunan di dalam benteng ini
terdapat diorama mengenai sejarah Indonesia.

* Sejarah

Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya
Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang
berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III
dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak) adalah
merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan
dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.

Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton yang didirikan oleh
Sultan Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai
muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan
membangun sebuah benteng di dekat kraton.

Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga
keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut
maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam
mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton.

Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan
lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi
indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng
strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade.

Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk
berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka
memusuhi Belanda.

Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang
dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan
menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin pribumi
pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan
Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk
membangun benteng dikabulkan.







Ket :
Sudut Barat Daya Museum Benteng Vredeburg dengan tiga patok yang
berfungsi untuk meletakan meriam

* Tahun 1760–1765

Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta), pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan
HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk
bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut
seleka atau bastion.

Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut),
Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya)
dan Jayaprayitna (sudut tenggara).

Menurut penuturan Nicolas Hartingh, bahwa benteng tersebut keadaannya
masih sangat sederhana. Tembok dari tanah yang diperkuat dengan
tiang-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren. Bangunan di
dalamnya terdiri atas bambu dan kayu dengan atap ilalang.

Sewaktu W.H.Ossenberch menggantikan kedudukan Nicolas Hartingh, pada
tahun 1765 diusulkan kepada sultan agar benteng diperkuat menjadi
bangunan yang lebih permanen agar lebih menjamin kemanan.

Usul tersebut dikabulkan, selanjutnya pembangunan benteng dikerjakan
di bawah pengawasan seorang Belanda ahli ilmu bangunan yang bernama
Ir. Frans Haak.

Pada awal pembangunan ini (1760) status tanah merupakan milik kasultanan.
Tetapi dalam penggunaannya dihibahkan kepada Belanda (VOC) dibawah
pengawasan Nicolas Hartingh, gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa
di Semarang.

* Tahun 1765–1788

Usul Gubernur W.H. Van Ossenberg (pengganti Nicolaas Hartingh) agar
bangunan benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan tahun 1767. Periode
ini merupakan periode penyempurnaan Benteng yang lebih terarah pada satu
bentuk benteng pertahanan.

Menurut rencana pembangunan tersebut akan diselesaikan tahun itu juga.
Akan tetapi dalam kenyataannya proses pembangunan tersebut berjalan
sangat lambat dan baru selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena
pada masa tersebut Sultan yang bersedia mengadakan bahan dan tenaga
dalam pembangunan benteng, sedang disibukkan dengan pembangunan Kraton
Yogyakarta. Setelah selesai bangunan benteng yang telah disempurnakan
tersebut diberi nama Rustenburg yang berarti 'Benteng Peristirahatan'.

Pada periode ini secara yuridis formal status tanah tetap milik
kasultanan tetapi secara de facto penguasaan benteng dan tanahnya
dipegang oleh Belanda.

* Tahun 1788 – 1799

Periode ini merupakan saat digunakannya benteng secara sempurna
oleh Belanda (VOC). Bangkrutnya VOC tahun 1799 menyebabkan penguasaan
benteng diambil alih oleh Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda).
Sehingga secara de facto menjadi milik pemerintah kerajaan Belanda.

Pada periode ini status tanah benteng secara yuridis formal tetap
milik kasultanan, secara de facto dikuasai Belanda.

* Tahun 1799–1807

Status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kasultanan,
tetapi penggunaan benteng secara de facto menjadi milik Bataafsche
Republik (Pemerintah Belanda) di bawah Gubernur Van Den Burg.
Benteng tetap difungsikan sebagai markas pertahanan.

* Tahun 1807–1811

Pada periode ini benteng diambil alih pengelolaannya oleh Koninkrijk
Holland (Kerajaan Belanda). Maka secara yuridis formal status tanah
tetap milik kasultanan, tetapi secara de facto menjadi milik Pemerintah
Kerajaan Belanda di bawah Gubernur Herman Willem Daendels.

* Tahun 1811–1816

Ketika Inggris berkuasa di Indonesia 1811 – 1816, untuk sementara benteng
dikuasai Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Namun dalam waktu singkat Belanda dapat mengambil alih. Secara yuridis
formal benteng tetap milik kasultanan.

* Tahun 1816–1942

Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga
banyak merobohkan beberapa bangunan besar seperti Gedung Residen (yang
dibangun tahun 1824), Tugu Pal Putih, dan Benteng Rustenburg serta
bangunan-bangunan yang lain. Bangunan-bangunan tersebut segera
dibangun kembali.

Benteng Rustenburg segera diadakan pembenahan di beberapa bagian
bangunan yang rusak. Setelah selesai bangunan benteng yang semula
bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti 'Benteng
Perdamaian'. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan antara
Kasultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling
menyerang waktu itu.

Bentuk benteng tetap seperti awal mula dibangun, yaitu bujur sangkar.
Pada keempat sudutnya dibangun ruang penjagaan yang disebut
seleka atau bastion. Pintu gerbang benteng menghadap ke barat
dengan dikelilingi oleh parit. Di dalamnya terdapat bangunan-
bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistik, gudang
mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen.

Di Benteng Vredeburg ditempati sekitar 500 orang prajurit, termasuk
petugas medis dan paramedis. Disamping itu pada masa pemerintahan
Hindia Belanda digunakan sebagai tempat perlindungan para residen
yang sedang bertugas di Yogyakarta. Hal itu sangat dimungkinkan
karena kantor residen yang berada berseberangan dengan letak
Benteng Vredeburg.

Sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di Indonesia dari
waktu ke waktu, maka terjadi pula perubahan atas status kepemilikan
dan fungsi bangunan Benteng Vredeburg.

Status tanah benteng tetap milik kasultanan, tetapi secara de facto
dipegang oleh pemerintah Belanda. Karena kuatnya pengaruh Belanda
maka pihak kasultanan tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi
masalah penguasaan atas benteng. Sampai akhirnya benteng dikuasai
bala Tentara Jepang tahun 1942 setelah Belanda menyerah kepada
Jepang dengan ditandai dengan Perjanjian Kalijati bulan Maret
1942 di Jawa Barat.

* Masa Jepang

Tanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang memberlakukan UU nomor 1
tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi
berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang)
yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan
tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga di pusatkan di
Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg
adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam.

Disamping itu benteng Vredeburg juga digunakan sebagai tempat penahanan
bagi tawanan orang Belanda maupun Indo Belanda yang ditangkap. Juga
kaum politisi Indonesia yang berhasil ditangkap karena mengadakan
gerakan menentang Jepang.

Guna mencukupi kebutuhan senjata, tentara Jepang mendatangkan
persenjataan dari Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang
memerlukan terlebih dulu di simpan di Benteng Vredeburg. Gudang
mesiu terletak di setiap sudut benteng kecuali di sudut timur laut.
Hal itu dengan pertimbangan bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih
terjamin. Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan
untuk mempermudah disaat terjadi perang secara mendadak.

Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942
sampai dengan tahun 1945, ketika proklamasi telah berkumandang dan
nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan.
Selama itu meskipun secara de facto dikuasai oleh Jepang tetapi secara
yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan.

Dari uraian itu dapat dikatakan bahwa pada masa pendudukan Jepang
(1942-1945) bangunan benteng Vredeburg difungsikan sebagai markas
tentara Kempeitei, gudang mesiu dan rumah tahanan bagi orang Belanda
dan Indo Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang.

* 1945-1970-an (Kemerdekaan)

Berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut dengan perasaan
lega oleh seluruh rakyat Yogyakarta. Ditambah dengan keluarnya Pernyataan
Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945) yang kemudian
diikuti oleh Sri Paku Alam VIII yang berisi dukungan atas berdirinya
negara baru, Negara Republik Indonesia, maka semangat rakyat semakin
berapi-api.

Sebagai akibatnya terjadi berbagai aksi spontan seperti pengibaran
bendera Merah Putih, perampasan bangunan dan juga pelucutan senjata
Jepang. Masih kuatnya pasukan Jepang yang berada di Yogyakarta,
menyebabkan terjadinya kontak senjata seperti yang terjadi di
Kotabaru Yogyakarta. Dalam aksi perampasan gedung ataupun fasilitas
lain milik Jepang, Benteng Vredeburg juga menjadi salah satu
sasaran aksi.

Setelah benteng dikuasai oleh pihak RI untuk selanjutnya penanganannya
diserahkan kepada instansi militer yang kemudian dipergunakan sebagai
asrama dan markas pasukan yang tergabung dalam pasukan dengan kode
Staf “Q” dibawah Komandan Letnan Muda I Radio, yang bertugas mengurusi
perbekalan militer. Oleh karena itu tidak mustahil bila pada periode
ini Benteng Vredeburg disamping difungsikan sebagai markas juga sebagai
gudang perbekalan termasuk senjata, mesiu, dan sebagainya.

Pada tahun 1946 di dalam komplek Benteng Vredeburg didirikan rumah
sakit tentara untuk melayani korban pertempuran. Namun dalam
perkembangannya rumah sakit tersebut juga melayani tentara beserta
keluarganya.

Ketika tahun 1946 kondisi politik Indonesia mengalami kerawanan di
saat perbedaan persepsi akan arti revolusi yang sedang terjadi.
Meletuslah peristiwa yang dikenal dengan “Peristiwa 3 Juli 1946”,
yaitu percobaan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Soedarsono.
Karena usaha tersebut gagal maka para tokoh yang terlibat dalam
peristiwa tersebut seperti Mohammad Yamin, Tan Malaka dan Soedarsono
ditangkap. Sebagai tahanan politik mereka pernah ditempatkan di
Benteng Vredeburg.

Pada masa Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) Benteng
Vredeburg yang waktu itu dijadikan markas militer RI menjadi sasaran
pengeboman pesawat-pesawat Belanda. Kantor Tentara Keamanan Rakyat
yang berada di dalamnya hancur. Setelah menguasai lapangan terbang
Maguwo, tentara Belanda yang tergabung dalam Brigade T pimpinan Kolonel
Van Langen berhasil menguasai kota Yogyakarta, termasuk Benteng
Vredeburg. Selanjutnya Benteng Vredeburg dipergunakan sebagai
markas tentara Belanda yang tergabung dalam IVG (Informatie voor
Geheimen), yaitu dinas rahasia tentara Belanda. Di samping itu
Benteng Vredeburg juga difungsikan sebagai asrama prajurit Belanda
dan juga dipakai untuk menyimpan senjata berat seperti tank, panser
dan kendaraan militer lainnya.

Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, sebagai usaha untuk
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa RI bersama dengan TNI
masih ada, Benteng Vredeburg menjadi salah satu sasaran di antara
bangunan-bangunan lain yang dikuasai Belanda seperti kantor pos,
stasiun kereta api, Hotel Toegoe, Gedung Agung, dan tangsi Kotabaru.
Kurang lebih 6 enam jam kota Yogyakarta dapat dikuasai oleh TNI
beserta rakyat pejuang.

Baru setelah bala bantuan tentara Belanda yang didatangkan dari
Magelang tiba ke Yogyakarta, TNI dan rakyat mundur ke luar kota
dan melakukan perjuangan gerilya.

Setelah Belanda meninggalkan kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg
dikuasai oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia). Kemudian
pengelolaan benteng diserahkan kepada Militer Akademi Yogyakarta.
Pada waktu itu Ki Hadjar Dewantara pernah mengemukakan gagasannya
agar Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai ajang kebudayaan.
Akan tetapi gagasan itu terhenti karena terjadi peristiwa “Tragedi
Nasional” Pemberontakan G 30 S tahun 1965.

Waktu itu untuk sementara Benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat
tahanan politik terkait dengan peristiwa G 30 S yang langsung
berada di bawah pengawasan Hankam.

Rencana pelestarian bangunan Benteng Vredeburg mulai lebih terlihat
nyata setelah tahun 1976 diadakan studi kelayakan bangunan benteng
yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah diadakan penelitian maka usaha
ke arah pemugaran bangunan bekas Benteng Vredeburg pun segera dimulai.

* Tahun 1977–1992

Ket :
Tiket masuk Museum Benteng Vredeburg (2012)

Ket :
Prasasti peresmian Museum Benteng Yogyakarta oleh Mendikbud Fuad Hasan.

Dalam periode ini status penguasaan dan pengelolaan benteng pernah
diserahkan dari pihak HANKAM kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta.
Tanggal 9 Agustus 1980 diadakan penandatanganan piagam perjanjian
tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng Vredeburg oleh Sri
Sultan HB IX (pihak I) dan Mendibud Dr. Daoed Joesoef (pihak II).

Pada periode ini Benteng Vredeburg pernah dipergunakan sebagai ajang
Jambore Seni (26 – 28 Agustus 1978), Pendidikan dan latihan Dodiklat
POLRI. Juga pernah dipergunakan sebagai markas Garnisun 072 serta
markas TNI AD Batalyon 403. Meski demikian secara yuridis formal
status tanah tetap milik kasultanan.

Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut
merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada
tahun 1981 bangunan bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai
benda cagar budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981.

Tentang pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh
Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984
yang mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan
sebagai museum perjuangan nasional yang pengelolaannya diserahkan
kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Piagam perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor
359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan
tata ruang bagi gedung-gedung di dalam kompleks benteng Vredeburg
diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk
selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian
dijadikan museum. Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum.

* Tahun 1992 sampai sekang

Melalui Surat Keputusan Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan nomor 0475/O/1992
tanggal 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum
Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.

Untuk meningkatkan fungsionalisasi museum ini maka mulai tanggal 5
September 1997 mendapat limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan
Yogyakarta di Brontokusuman Yogyakarta, dari Museum Negeri Propinsi
DIY Sonobudoyo. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis yang
berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang
Sejarah dan Purbakala.

Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok
dan Fungsi yaitu sebagai museum khusus merupakan Unit Pelaksana Teknis
yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi
Bidang Sejarah dan Purbakala yang bertugas melaksanakan pengumpulan,
perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil
penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural mengenai benda
dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.
______________________________________________________________

Sekilas Gambaran Arsitektur Museum Benteng Vredeburg pada 
saat penulis kunjungi Kamis 7 Mei 2015
______________________________________________________________

~ Eksterior ~







Ket :
Kafetaria dengan suasana Hindia Belanda
di dalam museum (2012)







Ket :
Salah satu sudut benteng























~ Interior ~
























~ Jam Buka Museum ~

Selasa - Jumat: 08.00 - 16.00 WIB
Sabtu - Minggu: 08.00 - 17.00 WIB
Hari Senin dan hari libur nasional: Tutup
Harga Tiket Masuk
Dewasa: Rp.2.000,00
Anak-anak: Rp.1.000,00

~ Fasilitas ~

Perpustakaan
Ruang Pertunjukan
Ruang Seminar, Diskusi, Pelatihan dan Pertemuan
Audio Visual & Ruang Belajar Kelompok
Hotspot gratis
Pemandu
Ruang Tamu
Mushola
Kamar mandi

~ Alamat ~

Jl. Jend. A. Yani No. 6 Yogyakarta.
Telp. (0274) 586934, Fax. (0274) 510996
Email : vrede_burg@yahoo.co.id
Blog:  museumvredeburg.blogspot.com
Facebook: Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
___________________________________________

Macam Diorama Benteng Vredeburg - Jogja
___________________________________________

* Pengertian (KBBI)

iorama/di·o·ra·ma/ n 1 sajian pemandangan dl ukuran kecil
yg dilengkapi dng patung dan perincian lingkungan spt
aslinya serta dipadukan dng latar yg berwarna alami;
pola atau corak tiga dimensi suatu adegan atau pemandangan
yg dihasilkan dng menempatkan objek dan tokoh di depan latar
belakang dng perspektif yg sebenarnya sehingga dapat menggambarkan
keadaan yg sebenarnya; 2 pameran spesimen satwa liar atau
pemandangan dl ukuran aslinya yg dilengkapi dng lingkungan
alam asli dan latar yg bercat

* Diorama











_____________________________________________________

Sekilas pendapat pribadi penulis blog pada sejarah 
Museum Benteng Vredeburg
_____________________________________________________

- Tergambar betul bahwa Kemerdekaan bagsa ini memang bukanlah hadiah
  dari  Belanda ataupun Jepang, tapi suatu hasil perjuangan keras
  yang mana nyawa di pertaruhkan.

- Tergambar betul, betapa pentingnnya benteng sebagai suatu usaha
  untuk menciptakan pertahanan karena itu tidak heran dalam setiap
  peperangan benteng adalah nomor 1 sebagai sasaran tembak.

- Adalah sangat baik jika Benteng Vredeburg ini terus dalam pengawasan
  Pemerintah RI dan menjadi sangat baik, jika keadaannya sudah seperti
  sekarang iniyaitu menjadi museum Benteng  Vredeburg - Jogja.
_____________

Penutup
_____________

Demikian yang dapat penulis sampaikan lewat postingan ini para
kawan sekalian. Semoga dapat memperluas wawasan kita dibidang
sejarah bangsa ini, khsusnya dibidang benteng. Ya Benteng
Vredeburg tepatnya.

Selamat malam, horas dan Merdeka...! 
____________________________________________________________________
Cat :

Lainnya :
http://galeri1msad.blogspot.com/2015/05/wisata-religi-masjid-gedhe-kauman-jogja.html
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/05/benteng-vredeburg-jogja-sejarah.html
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/05/candi-prambanan-dan-seluk-beluknya.html
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/05/candi-brobudur-dalam-macam-cerita.html
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/05/wisata-jogja-malioboro-marlboro-marboru.html


No comments:

Post a Comment