Monday, August 31, 2015

Bukit Tinggi : Tengok-la Tengok Apa Sama Hebatnya dengan Djogja (Bab 4)

#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Menyimak info sekitar Peran Kota Bukit Tinggi dalam
mempertahankan NKRI di suatu masa)
~ Ditulis dalam rangka memperigati Hari Polwan, 1 Sep't 2015 ~
_____________________________________________________________________











_________________

Kata Pengantar
_________________
























Ket :
Tugu Polwan Bukit Tinggi

Bermula dari satu kalimatnya pertanyan dalam hati itu yaitu "Bagaimna
sebenarnya Sejarah Polwan di Negeri ini....?" Begitu-nya.

....dan....setelah mencari tahu dan akhirnya tahu jawabannya yaitu
bermula dari Bukit Tinggi.

mengetahui Bukit Tinggi, penulis jadi teringat pada salah satu judul
lagu Batak yang berasal dari Tapanuli Selatan yaitu Sineger-Negeri;
suatu lagu yang menceritakan kisah perjalanan Motor atau bus
Sibualbuali dari Tapanuli Selatan sampai ke "Fort de Kock".

Para kawan...!

Kita lupakan masalah Sibualbuali dan Fort de Kock,  dan kita kembali
kepada pengembangan info sekitar Polwan dengan pertanyaan, "Selain
sebagai kota asal muasal sejarah Polwan RI, kisah apalagi atau peran
apalagi yang diperbuat Kota Bukit Tinggi ini dalam memajukan,
mempertahankan NKRI ini...?

Adalah isi dari postingan ini para kawan yang memang jika anda baca
anda akan tahu yang tentunya bagi yang belum tahu.

Untuk anda para kawan yang belum tahu, "Selamat menyimak...!"

______________________________________

Sekilas tentang Kota Bukit Tinggi
______________________________________



























* Hal Pemahaman Umum

Kota Bukittinggi adalah kota terbesar kedua di Provinsi Sumatera
Barat, Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada
masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.Kota ini juga pernah
menjadi ibu kota Provinsi Sumatera dan Provinsi Sumatera Tengah.

Bukittinggi pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de
Kock dan dahulunya dijuluki sebagai Londen Van Andalas karena
adanya Jam Gadang yang mesin jam tersebut sama dengan mesin
Jam Big Ben di London.

Kota ini merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri
Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan
Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat
presiden Republik Indonesia.

Selain sebagai kota perjuangan, Bukittinggi juga terkenal sebagai
kota wisata yang berhawa sejuk, dan bersaudara (sister city)
dengan Seremban di Negeri Sembilan, Malaysia. Seluruh wilayah
kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Agam.

Tempat wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu
sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus
menjadi simbol bagi kota yang berada di tepi Ngarai Sianok.

* Hal Sejarah Kota Bukit Tinggi




























Ket :
Lubang Jepang

Kota Bukittinggi semula merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat
Agam Tuo. Kemudian setelah kedatangan Belanda, kota ini menjadi
kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri. Pada tahun 1825,
Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang terdapat di
dalam kota ini.

Tempat ini dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus
menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada
di wilayah jajahannya. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda,
kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan
yang kemudian berkembang menjadi sebuah stadsgemeente (kota),
dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche
Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam.

Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai
pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan
Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini
menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di
bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji.

Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock
menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan
memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku,
Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah.
Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah
Kabupaten Agam.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi ditetapkan sebagai
Ibu Kota Provinsi Sumatera, dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad
Hasan. Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah
pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi
Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947.

Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi
berperan sebagai kota perjuangan, ketika pada tanggal 19 Desember
1948 kota ini ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah
Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Di kemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara,
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18
Desember 2006.

Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi kota besar berdasarkan Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota
besar dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatera Tengah masa itu,
yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, dan
Kepulauan Riau sekarang.

Dalam rangka perluasan wilayah kota, pada tahun 1999 pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 yang isinya
menggabungkan nagari-nagari di sekitar Bukittinggi ke dalam
wilayah kota.

Nagari-nagari tersebut yaitu Cingkariang, Gaduik, Sianok Anam
Suku, Guguak Tabek Sarojo, Ampang Gadang, Ladang Laweh, Pakan
Sinayan, Kubang Putiah, Pasia, Kapau, Batu Taba, dan Koto
Gadang.

Namun, sebagian masyarakat di nagari-nagari tersebut menolak
untuk bergabung dengan Bukittinggi sehingga, peraturan tersebut
hingga saat ini belum dapat dilaksanakan.

* Hal Geografi






















Ket :
Jembatan Limpaeh

Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur
sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi
yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada
ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, dan memiliki
hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C.

Sementara itu, dari total luas wilayah Kota Bukittinggi saat ini
(25,24 km²), 82,8% telah diperuntukkan menjadi lahan budidaya,
sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.

Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa
bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit
Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago,
Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang,
Bukit Paninjauan, dan sebagainya. Selain itu, terdapat lembah
yang dikenal dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang
bervariasi antara 75–110 m, yang di dasarnya mengalir
sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.

* Hal Kependudukan

Perkembangan penduduk Bukittinggi tidak terlepas dari berubahnya
peran kota ini menjadi pusat perdagangan di dataran tinggi
Minangkabau. Hal ini ditandai dengan dibangunnya pasar oleh
pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1890 dengan nama loods.
Masyarakat setempat mengejanya dengan loih, dengan atap
melengkung kemudian dikenal dengan nama Loih Galuang.

Saat ini Bukittingi merupakan kota terpadat di Provinsi Sumatera
Barat, dengan tingkat kepadatan mencapai 4.400 jiwa/km². Jumlah
angkatan kerja sebanyak 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang di
antaranya merupakan pengangguran.

Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga
etnis Tionghoa, Jawa, Tamil, dan Batak.

Masyarakat Tionghoa datang bersamaan dengan munculnya pasar-pasar
di Bukittinggi. Mereka diizinkan pemerintah Hindia-Belanda membangun
toko/kios pada kaki bukit Benteng Fort de Kock, yang terletak di
bagian barat kota, membujur dari selatan ke utara, dan saat ini
dikenal dengan nama Kampung Cino. Sementara pedagang India
ditempatkan di kaki bukit sebelah utara, melingkar dari arah
timur ke barat dan sekarang disebut juga Kampung Keling.

Sejak tahun 1918 Kota Bukittinggi telah berstatus gemeente,
selanjutnya tahun 1930 wilayah kota ini diperluas menjadi 5.2
km². Pada masa pendudukan Jepang wilayah kota ini kembali
diperluas. Kemudian di awal kemerdekaan Indonesia terjadi
tumpang tindih batas-batas wilayah kota ini karena penetapan
sepihak baik masa Hindia-Belanda maupun Jepang.

Saat ini batas wilayah pemerintahan kota dikelilingi oleh Kabupaten
Agam, dan konfik antara kedua pemerintah daerah tersebut tentang
batas wilayah masih berlanjut,[18] ditambah setelah keluarnya
Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas
wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Dari peraturan
pemerintah (PP) ini luas wilayah Kota Bukittinggi bertambah
menjadi 145.29,90 km², dengan memasukkan beberapa nagari yang
sebelumnya pada masa pendudukan Jepang berada dalam wilayah
administrasi Kota Bukittinggi.

Namun seiring bergulirnya reformasi pemerintahan yang memberikan
hak otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, muncul kembali
penolakan dari masyarakat Kabupaten Agam atas perluasan dan
pengembangan wilayah Kota Bukittinggi tersebut. Bagi masyarakat
Kabupaten Agam yang masuk ke dalam wilayah perluasan kota ini,
merasa rugi karena dengan kembalinya penerapan model pemerintahan
nagari lebih menjanjikan, dibandingkan berada dalam sistem kelurahan.

Selain itu timbul asumsi, masyarakat kota yang telah heterogen
juga dikhawatirkan akan memberikan dampak kepada tradisi adat
dan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh nagari.

* Hal Pendidikan


















Ket :
Gerbang Universitas Andalas





















Ket :
Audetorium Universitas Andalas

zaman kolonialis Belanda, kota ini telah menjadi pusat
pendidikan di Pulau Sumatera.] Dimulai sejak tahun 1872,
dengan berdirinya Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers
(sekolah guru untuk guru-guru bumiputra) atau dikenal juga
dengan nama sekolah radja, yang selanjutnya berkembang menjadi
volksschool atau sekolah rakyat.

Kemudian pada tahun 1912 muncul Hollandsch Inlandsche School (HIS),
yang dilanjutkan dengan berdirinya Sekolah Pamong Opleiding School
voor Inlandsch Ambtenaren (OSVIA) tahun 1918. Pada tahun 1926
juga telah berdiri MULO di Kota Bukittinggi.

Pada masa awal kemerdekaan di kota ini pernah berdiri sekolah
Polwan dan Kadet serta sekolah Pamong Praja yang pertama di
Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan FKIP
Universitas Andalas (sekarang Universitas Negeri Padang) juga
pertama kali didirikan di kota ini sebelum dipindahkan ke Kota
Padang.

* Hal Kesehatan

Kota Bukittinggi telah memiliki pelayanan kesehatan yang baik,
kota dengan luas relatif kecil ini telah memiliki 5 rumah sakit,
yaitu 3 milik pemerintah dan 2 milik swasta. Selain itu, juga
didukung oleh 5 puskesmas, 6 puskesmas keliling, dan 15 puskesmas
pembantu. Salah satu yang utama adalah Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Achmad Mochtar, merupakan rumah sakit umum milik pemerintah
bertipe B dengan jumlah tempat tidur sebanyak 299.

Rumah Sakit Stroke Nasional yang terdapat di kota ini, merupakan
rumah sakit milik pemerintah dengan pelayanan khusus penyakit
stroke, dan memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 124 buah.

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus pengobatan stroke
pertama di Indonesia dan ketiga di dunia.[24] Selain itu terdapat
juga Rumah Sakit Islam Ibnu Sina, sebuah rumah sakit swasta yang
telah memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 136 buah.

Sementara itu untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas tenaga
kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat,
sampai tahun 2009 terdapat delapan institusi pendidikan tenaga
kesehatan di Kota Bukittinggi. Dua institusi milik pemerintah
(Poltekes) dan enam dikelola oleh pihak swasta.

* Hal Perhubungan

Kota Bukittinggi berada pada posisi strategis Jalur Lintas Sumatera,
yang menghubungkan Padang, Medan, dan Palembang, serta berada di
antara Padang dan Pekanbaru. Terminal Aur Kuning merupakan terminal
utama untuk angkutan transportasi darat di kota ini. Sementara
untuk transportasi dalam kota, tersedia angkutan kota, taksi,
dan bendi (kereta kuda). Berdasarkan catatan Dinas Pekerjaan Umum,
seluruh jalan di kota ini panjangnya mencapai 196 km, termasuk
jalan negara dan jalan provinsi.

Sebelumnya kota ini dilalui oleh jalur kereta api yang menghubungkan
Payakumbuh dan Padang yang dibangun sekitar awal abad ke-20. Namun
pada dekade 1970-an, sarana transportasi ini tidak diaktifkan lagi.
Kota ini juga telah memiliki sarana transportasi udara non-kelas
yang bernama Bandar Udara Gadut.[30]

* Hal Perekonomian




















Ket :
Pasar Atas

Perkembangan pasar Loih Galuang yang sekarang disebut juga Pasar
Ateh, membuat pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1900 mengembangkan
sebuah loods ke arah timur, tepatnya pada kawasan pinggang bukit
yang berdekatan dengan selokan yang mengalir di kaki bukit.
Karena lokasi pasar tersebut berada di kemiringan, masyarakat
setempat menyebutnya dengan nama Pasar Teleng (Miring) atau Pasar
Lereng. Perkembangan berikutnya di sekitar kawasan tersebut muncul
lagi beberapa pasar, di antaranya Pasar Bawah dan Pasar Banto.

Pasar-pasar tradisional di sekitar kawasan Jam Gadang ini, kemudian
berkembang menjadi tempat penjualan hasil kerajinan tangan dan
cendera mata khas Minangkabau. Dalam penataan pasar, pemerintah
Hindia-Belanda juga menghubungkan setiap pasar tersebut dengan
janjang (anak tangga), dan di antara anak tangga yang terkenal
adalah Janjang 40.

Untuk mengurangi penumpukan pada satu kawasan, pemerintah
Bukittinggi kemudian mengembangkan kawasan perkotaan ke arah
timur dengan membangun Pasar Aur Kuning, yang saat ini merupakan
salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatera.

Disebabkan luas wilayah yang kecil, sektor perdagangan merupakan
salah satu pilihan bagi pemerintah Bukittinggi dalam meningkatkan
pendapatan penduduknya.

Selain itu pemerintah Bukittinggi juga menelurkan beberapa program
dalam mengentaskan kemiskinan, di antaranya pelatihan keterampilan
membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, serta penumbuhan wirausaha
baru.
Bordir asli Bukittinggi biasanya menggunakan teknik krancang langsung
yang tergolong rumit dan memakan waktu. Ini berbeda dengan barang
hasil serupa buatan Tasikmalaya, Jawa Barat yang menggunakan teknik
krancang solder.

* Hal Pariwisata






















Ket :
Museum Tri Daya Eka Dharma di Bukittingg

Industri pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kota
Bukittinggi. Banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan
kota ini dijuluki sebagai "kota wisata". Pada tahun 2012,
jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi kota ini mencapai
26.629 orang.[33] Saat ini di Bukittinggi terdapat sekitar 60
hotel dan 15 biro perjalanan.[34] Hotel-hotel yang terdapat di
Bukittinggi antara lain The Hills, Hotel Pusako, dan Grand
Rocky Hotel.

Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama. Taman
Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan
wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok.
Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian
tentara Jepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut dengan
Lubang Japang. Untuk mengunjungi nagari Koto Gadang di bawah
ngarai, wisatawan bisa melalui Janjang Koto Gadang. Jenjang
yang memiliki panjang sekitar 1 km ini, memiliki desain seperti
Tembok Besar China.

Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang
berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau. Kebun Binatang
Bukittinggi dan Benteng Fort de Kock, dihubungkan oleh jembatan
penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan
penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang
merupakan jalan utama di Kota Bukittinggi.

Pasar Ateh (Pasar Atas) berada berdekatan dengan Jam Gadang
yang merupakan pusat keramaian kota. Di Pasar Ateh terdapat
banyak penjual kerajinan tangan dan bordir,[36] serta makanan
kecil oleh-oleh khas Sumatera Barat, seperti keripik sanjai
(keripik singkong ala daerah Sanjai di Bukittinggi) yang
terbuat dari singkong, karupuak jangek yang dibuat dari bahan
kulit sapi atau kerbau, dan karak kaliang, sejenis makanan
kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8.

* Hal Olahraga
























Ket :
Lapangan Olahraga Wirabraja

Masyarakat Bukittinggi sangat menyukai olahraga berkuda, dan
setiap tahunnya kota ini mengadakan lomba pacu kuda di Bukit
Ambacang, yang sudah diselenggarakan sejak tahun 1889.
Perlombaan pacu kuda ini merupakan rangkaian perlombaan pacu
kuda yang diadakan di beberapa kawasan lain di Sumatera Barat.
Dengan adanya pelombaan ini, mendorong para peternak kuda untuk
tetap bertahan dan memanfaatkan tradisi ini sebagai sumber mata
pencarian.

* Hal Pers dan media

Sekitar tahun 1924 di kota ini diterbitkan surat kabar Periodik
yang dipimpin oleh S. Moesjafir, kemudian disusul penerbitan surat
kabar mingguan Doenia Achirat oleh Sain al Malik dan Soetan Perpatih,
namun surat kabar ini tidak berumur panjang. Selain itu beberapa tokoh
pers wanita di kota ini seperti Djanewar Djalil dan Sjamsidar Jahja
juga menerbitkan surat kabar Soeara Poetri yang mengetengahkan
beberapa isu emansipasi wanita.

Pada masa pendudukan Jepang, di kota ini pernah didirikan pemancar
radio terbesar untuk Pulau Sumatera. Pemancar ini dalam rangka
mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan Perang
Asia Timur Raya versi Jepang.[39] Di kota ini terdapat beberapa
stasiun pemancar radio sebagai sarana informasi dan hiburan
masyarakat, antara lain: RRI Bukittinggi, Elsi FM[40], SK FM[41],
dan GRC FM.
______________

Penutup
______________

Demikian infonya para kawan sekalian...!

Dan jika info-info diatas kita ringkas maka dapat kita katakan :

"Kota Bukit Tinggi adalah Kota Penuh Peran dalam memajukan dan
mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini".

Dan jika kita cari pula Tandingan Kota ini dalam memajukan bangsa
dan Negara Republik Indonesia lewat tokoh-tokohnya dalam pembentukan
suatu organisasi atau lembaga, maka kota tandingannya adalah
"Djogjakarta". Indonesia.

Dan jika anda saya atau kita sepakat pula untuk tidak mempermasalahkan
kelebihan dan kekurangan suatu Kota, karena kita semua berada dalam
NKRI, maka penuis ingin berkata, "Bukit Tinggi Pulau Sumata sama 
dengan Kota Djogja-nya pulau Jawa". Hebat bukan...???

Para kawan...!

Selamat malam...!










___________________________________________________________
Cat  :
- Postingan ini adalah bagian dari :

Bab 1 :
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/08/sejarah-polisi-wanita-indonesia-dalam.html

Bab 2 :
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/08/sepolwan-dan-seluk-beluknya.html

Bab 3 :
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/08/hari-polisi-wanita-2015-7-polwan-paling.html

Bab 4 :

http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/08/bukit-tinggi-tengok-la-tengok-apa-sama.html


PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork

No comments:

Post a Comment