Postingan ini adalah pendalaman atau kelanjutan dari
dari Bab 1 yang ada pada Link :
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/07/ambon-dalam-7-bab-dan-bab-1-nya-budaya.html
Adapun pengiring musiknya ini dia :
Selamat menyimak...!
_______________________________
BAB II : PRODUK BUDAYA
________________________________
A. BUSANA TRADISIONAL AMBON
Ambon merupakan ibukota propinsi Maluku yang berada di kawasan Maluku
Tengah. Keberadaan busana adat Ambon, tidak hanya didominasi oleh
busana yang dikenakan pada saat menghadiri upacara-upacara saja,
melainkan tampak juga dalam busana seharihari. Meskipun busana adat
yang biasa dipakai dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari termasuk
jarang digunakan lagi saat ini, keberadaannya tetap penting untuk
diungkapkan sebagai gambaran kekhasan busana mereka di masa lalu.
Ada beberapa contoh busana yang pada zaman dahulu pernah menjadi
busana sehari-hari yang digunakan untuk bekerja atau di rumah.
Celana kes atau hansop, yakni celana anak-anak yang dibuat dari
beraneka macam kain dan dijahit sesuai dengan selera masing-masing.
Kebaya manampal, yaitu kebaya cita berlengan hingga sikut yang dijahit
dengan cara menambal beberapa potong kain yang telah diatur dan
disusun sedemikian rupa dengan rapih.
Ket :
Kebaya Manapal
Kebaya jenis ini bisanya berpasangan dengan kain palekat, yang
sudah tidak dipakai untuk berpergian oleh kaum wanita. Kebaya
manapal yang sudah tampak jelek atau sudah tidak pantas lagi untuk
dikenakan di rumah, biasanya dipakai sebagai busana kerja yang
disebut kebaya waong. Bila mereka akan bepergian, jenis busananya
masih tetap berupa kebaya cita berlengan panjang hingga ujung jari
yang kemudian dilipat, lengkap dengan kain pelekat.
Selain busana sehari-hari yang telah disebutkan tadi, masih ada
lagi busana lain yang khususnya dipakai oleh untuk kaum wanita
yang merupakan pendatang dari kepulauan Lease dan telah menetap
di Ambon ratusan tahun lamanya. Mereka biasanya mengenakan baju
cele, yakni sejenis kebaya berlengan pendek, dari bagian leher ke
arah dada terbelah sepanjang 15 sentimeter tanpa kancing.
Ket :
Baju Cele - Ambon
Bila akan bepergian, mereka akan melengkapinya dengan sapu tangan.
Untuk busana kerja di rumah atau dikebun, baju cele tersebut dijahit
dengan panjang lengan hingga sikut, atau masyarakat menyebutnya
baju cele tangan sepanggal.
Sementara itu kaum pria di Ambon mengenakan busana yang terdiri
atas baju kurung yang berlengan pendek dan tidak berkancing,
dilengkapi dengan celana kartou yakni celana yang pada bagian
atasnya terdapat tali yang dapat ditarik dan diikatkan.
Khusus untuk kaum pria yang telah lanjut usia, celana yang dipakainya
disebut celana Makasar yang panjangnya sedikit di bawah lutut dan
sangat longgar. Sedangkan busana yang dikenakan pada saat bepergian,
biasanya terdiri atas baju baniang yakni baju berbentuk kemeja yang
berlengan panjang dan berkancing, dengan leher agak tertutup.
Pasangannya adalah celana panjang berikut topi yang dikenakan
di kepala.
Penampilan gaya berbusana warga masyarakat Ambon pada saat menghadiri
upacara adat clan upacara keagamaan berbeda dengan yang dikenakan
sehari-hari. Walaupun model bajunya sama, tapi kualitas bahan yang
digunakan berbeda.
Busana adat yang dikenakan dalam kesempatan tersebut biasanya hitam
polos atau warna dasar hitam. Kecuali pada saat upacara sidi yakni
upacara pengukuhan pemuda clan pemudi untuk menjadi pengiring Kristus
yang setia. Pada saat itu busana hitam ini ditabukan atau dilarang digunakan.
Busana dalam upacara keagamaan biasanya lebih lengkap lagi. Busana
wanitanya terdiri atas baju dan kain hitam atau kebaya dan kain hitam.
Dilengkapi dengan kaeng pikol, yakni kain hitam berhiaskan manik-manik
yang disandang di bahu kiri; kole, yakni baju dalam atau kutang yang
dipakai sebelum mengenakan baju atau kebaya hitam; lenso pinggang,
yakni sapu tangan berwarna putih yang kini telah jarang diletakkan
di pinggang melainkan hanya dipegang saja.
Sementara itu busana prianya terdiri atas baniang, kebaya hitam,
dan celana panjang, Jenis busana lain, khususnya dalam upacara sidi,
dipakai oleh kaum remaja yang berasal dari golongan bangsawan
diantaranya baju tangan kancing, yakni baju cele berlengan panjang
dengan kancing pada pergelangan tangannya; busana rok, yang terdiri
atas kebaya putih berlengan panjang dan berkancing pada pergelangannya,
pending pengikat pinggang yang terbuat dari perak, bersepatu dengan
kaus kaki putih; dan seperangkat busana yang terdiri atas baju putih
panjang, sepatu berwarna putih, dan kaus tangan berwarna putih.
Adapun busana yang dikenakan pada saat berlangsung upacara adat
seperti pelantikan raja, pembersihan negeri, penerimaan tamu, dan
lain-lain pada dasarnya hampir sama. Hanya ada penambahan tertentu
pada kelengkapan busana mereka.
Busana raja terdiri atas baju hitam, celana hitam, lenso bodasi
dililitkan di leher, patala disalempang di dada, patala di pinggang,
dan topi. Begitu pula kaum wanitanya yang memakai baju hitam seperti
baju cele .
Para tua-tua adat mengenakan baju hitam, celana panjang atau celana
Makasar, salempang, ikat poro atau ikat pinggang. Sedangkan pria
dewasa lainnya hanya mengenakan baju hitam dan celana panjang hitam
tanpa menggunakan alas kaki.
B. MAKANAN TRADISIONAL
– Papeda
– Sagu
C. ALAT MUSIK
– Ukulele
D. TARIAN TRADISIONAL
– Tari perang
__________
Penutup
_________
Demikian infonya para kawan sekalian...!
Semoga dapat memperluas wawasan kita dibidang ke-Ambonan. Dan jika
saja boleh penulis membanding dengan suku BaTak secara umum maka
penulis ingin berkata :
1. Dari segi Busana sepertinya Suku Ambon ini lebih lengkap lengkip
dibandingkan dengan Suku Batak. Secara umum orang batak hanya
membedakan pakaian sehari-hari dengan pakaian para raja-raja yang
memang dipakai pada saat-saat tertentu.
Bagi orang Batak dapat dikatakan yang penting itu berpakaian, apapun
bahanya dan bagaimanapun modelnya menjadi urusan belakangan.
Perlu anda ketahui...! Pengaruh agama kristen dan Islam sangat besar
dalam cara berpakaian orang batak dibandingkan pengaruh budaya itu.
Ulos adalah adalah satu bahan pakaian di tanah Batak yang bisa di kata
anya pada saat tertentu di pakainya.
2. Adapun makan tradisional suku Batak hanya Nasi / Padi dan tidak
mengenal sagu. Sebagai tambahan suku batak juga mengenal ubi
sebagai makanan tambahan.
3. Dari segi alat musik, secara umum orang batak menyebutnya "Gondang
Sabangunan, Gondang sambilan, Uing-uningan atau embas-embas, dll.
Pembahasannya agak dalam.
3. Dari segi Tari, orang Batak sepertinya tidak mengenal tari perang.
Begitupun orang batak itu selalu siap berperang jika memang di
perlukan. Adapun urusan menang kalahnya menjadi urusan belakangan.
Dan hal ini bisa jadi disebabkan pengaruh si Nago Bonar yang kawannya
mati di tembak Bolanda pada saat tanah Batak terjajah.
"Sudah kubilang jangan berperang, masih berperang juga. Mati la kau"
katanya sama kawannya yang memang saat itu mati untuk kemudian
membangkitkan semangat si Naga Bonar mengusir Bolanda dari Tanah
Batak. Dan hasilnya...! Berhasil.
Begitupun...!
Orang batak mengenal juga yang namanya, "Tari Matubekbek" yang mana
dalam tarti ini bukan pihak laki-laki yang jadi jagoannya, tapi pihak perempuan.
Dan jika di tanding pahlawan perang tanah Batak ini yang katanya
jago dalam matubek-bek, maka penulis yakin para jago tari perang
orang ambon dapat mereka kalahkan. Iya, serius...! Raja Raja Tanah
Batak aja tak pernah menang sama pahlawan matubek-bek ini.
Bahkan menurut kabar sebagian orang batak, para pahlawan
Matubekbek inilah yang berhasil mengusir Bolanda dari Tanah
Batak (Ketahui pahlawan perang wanita tanah Batak-pen)
Mulak maho das Bolanda
sian Tano Indonesia saat tu Erofa
anggo senapangmi dan mampan be tu au
adongdo hatigoran opputta debata.
Selamat malam...!
___________________________________________________________
Cat. Sumber :
https://tiwipratiwi07.wordpress.com/2012/01/12/suku-ambon/
Postingan ini disponsori oleh :
dari Bab 1 yang ada pada Link :
http://angkolafacebook.blogspot.com/2015/07/ambon-dalam-7-bab-dan-bab-1-nya-budaya.html
Adapun pengiring musiknya ini dia :
Selamat menyimak...!
_______________________________
BAB II : PRODUK BUDAYA
________________________________
A. BUSANA TRADISIONAL AMBON
Ambon merupakan ibukota propinsi Maluku yang berada di kawasan Maluku
Tengah. Keberadaan busana adat Ambon, tidak hanya didominasi oleh
busana yang dikenakan pada saat menghadiri upacara-upacara saja,
melainkan tampak juga dalam busana seharihari. Meskipun busana adat
yang biasa dipakai dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari termasuk
jarang digunakan lagi saat ini, keberadaannya tetap penting untuk
diungkapkan sebagai gambaran kekhasan busana mereka di masa lalu.
Ada beberapa contoh busana yang pada zaman dahulu pernah menjadi
busana sehari-hari yang digunakan untuk bekerja atau di rumah.
Celana kes atau hansop, yakni celana anak-anak yang dibuat dari
beraneka macam kain dan dijahit sesuai dengan selera masing-masing.
Kebaya manampal, yaitu kebaya cita berlengan hingga sikut yang dijahit
dengan cara menambal beberapa potong kain yang telah diatur dan
disusun sedemikian rupa dengan rapih.
Ket :
Kebaya Manapal
Kebaya jenis ini bisanya berpasangan dengan kain palekat, yang
sudah tidak dipakai untuk berpergian oleh kaum wanita. Kebaya
manapal yang sudah tampak jelek atau sudah tidak pantas lagi untuk
dikenakan di rumah, biasanya dipakai sebagai busana kerja yang
disebut kebaya waong. Bila mereka akan bepergian, jenis busananya
masih tetap berupa kebaya cita berlengan panjang hingga ujung jari
yang kemudian dilipat, lengkap dengan kain pelekat.
Selain busana sehari-hari yang telah disebutkan tadi, masih ada
lagi busana lain yang khususnya dipakai oleh untuk kaum wanita
yang merupakan pendatang dari kepulauan Lease dan telah menetap
di Ambon ratusan tahun lamanya. Mereka biasanya mengenakan baju
cele, yakni sejenis kebaya berlengan pendek, dari bagian leher ke
arah dada terbelah sepanjang 15 sentimeter tanpa kancing.
Ket :
Baju Cele - Ambon
Bila akan bepergian, mereka akan melengkapinya dengan sapu tangan.
Untuk busana kerja di rumah atau dikebun, baju cele tersebut dijahit
dengan panjang lengan hingga sikut, atau masyarakat menyebutnya
baju cele tangan sepanggal.
Sementara itu kaum pria di Ambon mengenakan busana yang terdiri
atas baju kurung yang berlengan pendek dan tidak berkancing,
dilengkapi dengan celana kartou yakni celana yang pada bagian
atasnya terdapat tali yang dapat ditarik dan diikatkan.
Khusus untuk kaum pria yang telah lanjut usia, celana yang dipakainya
disebut celana Makasar yang panjangnya sedikit di bawah lutut dan
sangat longgar. Sedangkan busana yang dikenakan pada saat bepergian,
biasanya terdiri atas baju baniang yakni baju berbentuk kemeja yang
berlengan panjang dan berkancing, dengan leher agak tertutup.
Pasangannya adalah celana panjang berikut topi yang dikenakan
di kepala.
Penampilan gaya berbusana warga masyarakat Ambon pada saat menghadiri
upacara adat clan upacara keagamaan berbeda dengan yang dikenakan
sehari-hari. Walaupun model bajunya sama, tapi kualitas bahan yang
digunakan berbeda.
Busana adat yang dikenakan dalam kesempatan tersebut biasanya hitam
polos atau warna dasar hitam. Kecuali pada saat upacara sidi yakni
upacara pengukuhan pemuda clan pemudi untuk menjadi pengiring Kristus
yang setia. Pada saat itu busana hitam ini ditabukan atau dilarang digunakan.
Busana dalam upacara keagamaan biasanya lebih lengkap lagi. Busana
wanitanya terdiri atas baju dan kain hitam atau kebaya dan kain hitam.
Dilengkapi dengan kaeng pikol, yakni kain hitam berhiaskan manik-manik
yang disandang di bahu kiri; kole, yakni baju dalam atau kutang yang
dipakai sebelum mengenakan baju atau kebaya hitam; lenso pinggang,
yakni sapu tangan berwarna putih yang kini telah jarang diletakkan
di pinggang melainkan hanya dipegang saja.
Sementara itu busana prianya terdiri atas baniang, kebaya hitam,
dan celana panjang, Jenis busana lain, khususnya dalam upacara sidi,
dipakai oleh kaum remaja yang berasal dari golongan bangsawan
diantaranya baju tangan kancing, yakni baju cele berlengan panjang
dengan kancing pada pergelangan tangannya; busana rok, yang terdiri
atas kebaya putih berlengan panjang dan berkancing pada pergelangannya,
pending pengikat pinggang yang terbuat dari perak, bersepatu dengan
kaus kaki putih; dan seperangkat busana yang terdiri atas baju putih
panjang, sepatu berwarna putih, dan kaus tangan berwarna putih.
Adapun busana yang dikenakan pada saat berlangsung upacara adat
seperti pelantikan raja, pembersihan negeri, penerimaan tamu, dan
lain-lain pada dasarnya hampir sama. Hanya ada penambahan tertentu
pada kelengkapan busana mereka.
Busana raja terdiri atas baju hitam, celana hitam, lenso bodasi
dililitkan di leher, patala disalempang di dada, patala di pinggang,
dan topi. Begitu pula kaum wanitanya yang memakai baju hitam seperti
baju cele .
Para tua-tua adat mengenakan baju hitam, celana panjang atau celana
Makasar, salempang, ikat poro atau ikat pinggang. Sedangkan pria
dewasa lainnya hanya mengenakan baju hitam dan celana panjang hitam
tanpa menggunakan alas kaki.
B. MAKANAN TRADISIONAL
– Papeda
– Sagu
C. ALAT MUSIK
– Ukulele
D. TARIAN TRADISIONAL
– Tari perang
__________
Penutup
_________
Demikian infonya para kawan sekalian...!
Semoga dapat memperluas wawasan kita dibidang ke-Ambonan. Dan jika
saja boleh penulis membanding dengan suku BaTak secara umum maka
penulis ingin berkata :
1. Dari segi Busana sepertinya Suku Ambon ini lebih lengkap lengkip
dibandingkan dengan Suku Batak. Secara umum orang batak hanya
membedakan pakaian sehari-hari dengan pakaian para raja-raja yang
memang dipakai pada saat-saat tertentu.
Bagi orang Batak dapat dikatakan yang penting itu berpakaian, apapun
bahanya dan bagaimanapun modelnya menjadi urusan belakangan.
Perlu anda ketahui...! Pengaruh agama kristen dan Islam sangat besar
dalam cara berpakaian orang batak dibandingkan pengaruh budaya itu.
Ulos adalah adalah satu bahan pakaian di tanah Batak yang bisa di kata
anya pada saat tertentu di pakainya.
2. Adapun makan tradisional suku Batak hanya Nasi / Padi dan tidak
mengenal sagu. Sebagai tambahan suku batak juga mengenal ubi
sebagai makanan tambahan.
3. Dari segi alat musik, secara umum orang batak menyebutnya "Gondang
Sabangunan, Gondang sambilan, Uing-uningan atau embas-embas, dll.
Pembahasannya agak dalam.
3. Dari segi Tari, orang Batak sepertinya tidak mengenal tari perang.
Begitupun orang batak itu selalu siap berperang jika memang di
perlukan. Adapun urusan menang kalahnya menjadi urusan belakangan.
Dan hal ini bisa jadi disebabkan pengaruh si Nago Bonar yang kawannya
mati di tembak Bolanda pada saat tanah Batak terjajah.
"Sudah kubilang jangan berperang, masih berperang juga. Mati la kau"
katanya sama kawannya yang memang saat itu mati untuk kemudian
membangkitkan semangat si Naga Bonar mengusir Bolanda dari Tanah
Batak. Dan hasilnya...! Berhasil.
Begitupun...!
Orang batak mengenal juga yang namanya, "Tari Matubekbek" yang mana
dalam tarti ini bukan pihak laki-laki yang jadi jagoannya, tapi pihak perempuan.
Dan jika di tanding pahlawan perang tanah Batak ini yang katanya
jago dalam matubek-bek, maka penulis yakin para jago tari perang
orang ambon dapat mereka kalahkan. Iya, serius...! Raja Raja Tanah
Batak aja tak pernah menang sama pahlawan matubek-bek ini.
Bahkan menurut kabar sebagian orang batak, para pahlawan
Matubekbek inilah yang berhasil mengusir Bolanda dari Tanah
Batak (Ketahui pahlawan perang wanita tanah Batak-pen)
Mulak maho das Bolanda
sian Tano Indonesia saat tu Erofa
anggo senapangmi dan mampan be tu au
adongdo hatigoran opputta debata.
Selamat malam...!
___________________________________________________________
Cat. Sumber :
https://tiwipratiwi07.wordpress.com/2012/01/12/suku-ambon/
Postingan ini disponsori oleh :
No comments:
Post a Comment