#SELAMAT PAGI TAPANULI#
(Satu Lagi Yang Indah Dari Pendidikan Anak Non Formal Tapsel)
_______________________________________________________________Dongan ale dongan...! Ale-ale dongan...! Saya ingin berkata, "Sungguh hebat FB ini dalam menguncang naluri ingin tahu". Macam status yang berkeluaran, bagaikan magnet yang siap menarik isi pikiran hingga macam memori yang sudah terlupakanpun muncul kembali kepermukaan dan minta dicari tahu apa maknanya.
Pagi ini saya tertarik pada pengistilahan ni orang tua tu anakna dalam kalimat "Bahat diho Amang/inang". Sepintas terlihat sepele, tapi jika ditelusur lewat unsur "Etika Kesusastraan" sungguh sesuatu yang memberi arti dan pantas untuk dipelajari.
Belum lagi tinjauan agamanya yang dipadu dengan adat, rasa-rasanya tulisan ini pantas untuk di muat di koran "Radar Angkola" Kakakaka...kkk...udah ada belum ya..!
Dongan ale dongan...! Tulisan ini akan mencari jawabannya, ada apa dibalik pengistilahan "Bahat Diho Amang/Inang". Kakakakaka...kkk.. "Mencari Jawaban..." Keren kali rasanya ketika ditulis. Padahal dulunya awa justru menghindari jawabannya. Okelah Cs. Selanjutnya "tup" masuk majo patujolona tu "Sub Judul Baru". _____________________________________
PUTIH BAGAIKAN KAROTES NABOTTAR
_____________________________________
Tentang seorang anak yang baru lahir, sering di umpamakan bagaikan karotes nabottar. Orang tualah yang menulisnya/melukisnya untuk mejadi nasrani atau majusi. Sungguh suatu perumpamaan yang bagus. Dan salah satu cara melukis/menulis itu digambarkan lewat tulisan sederhana ini.
__________________________
KARUPUK DOPE - SADIA SUDE
__________________________
Para boru tulang...! kalau saya ingat kalian dopak menek, jadi "Sim" do roha. Masih pahamkan artinya "Sim roha kan ?"...kakakakak...kkk... macam mana tidak, kadang kala mereka ini suka masak bersama yang dalam bahasa hitana "Mardakan-dakan" sangape "mardahan-dahan".
Dikala masak bersama ini, kadang kala satu orang beli krupuk. Terus dimakannya sendiri tanpa menawarkan sama kawannya. Kawannya inipun ingin, maka beliaupun meminta, "Sotik Peda Kele ?" katanya dengan sedikit mengenas. Tapi. entah bagaimana perkalian si borutulang ini, mengasih saotik itupun susahnya bukan main. Hahahaha...natola siar da kele.
Beda dengan para dongan lainnya, yang dalam bahasa hitana para bayo-bayo. Sikap mereka kadang terkesan seperti pahlawan, malu jika bemberi kesan pada kawan lainnya tidak mampu, "Sadia Sude" adalah kalimat yang paling disukainya pada setiap kunjungan ke lopo. Padahal, beliau tak punya uangnya. Hahahaha...halak hita, "Modal pergaulan boi do mangolu au, Tarlobi dipenampilan aksi doi doau, ada harga diri mengantisipasi" katanya pula.
_________________________________________
BAHAT DIHO SIAN ORANG TUA TU ANAKNA __________________________________________
Dongan ale dongan...! kejadian diataskan sepertinya memberi kesan bahwa orang yang terlalu pelit itu tidak bagus, begitupun orang yang terlalu baik. Dan hal ini sering kita rumuskan dengan"Unang isi TU nai" ninna.
Mengetaui hal ini tentulah para orang tuatta tidak membiarkannya. Mereka merasa perlu menciptakan suatu pendidikan/pengajaran agar anaknya khususnya dibidang pemberian dan menerimaan makanan lebih bijak sana, menawarkan pada oranglain apakah mau atau tidak.
Dongan ale dongan...! pengajaran ini, tidak mereka berikan pada saat anak sudah mengerti makan, tapi justru sebelum tahu rasa makanan. Dan bagi saya pribadi, justru disinilah etika dan estetika sastra tapanuli itu terasa. Hebat bukan...? "Bahat diho amang, bahat diho inang". kata para orang tua. "Ea...ea...ea...ea" jawab sianak pula. ______________________________________________________________
AISYAH ABDURRAHMAN AL JALAL, AL MUATSTSIRAT AS SALBIYAH ______________________________________________________________
Dongan ale dongan...! jolma namar goar nai ginjangi, seorang ahli psikologi anak islam mandokkon, "Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengan nyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa.
Ahli lainnya berkata mandokkon pun jadi :
Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu. Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan.
_____________
KESIMPULAN
_____________
Terkadang seorang anak menimpakan kesalahan pada orang tuanya tentang suatu etika atau estetika dengan alasan belum pernah di ajarkan. Jika kita amati baik-baik kadang pula bukan pengajaran yang tidak diberikan tapi cara kita dalam memaknainya yang kurang tepat/benar.
"Bahat Diho" adalah suatu pengajaran etika tentang bagaimana seharusnya kita menghargai seseorang khususnya dibidang konsumsi makanan. Semoga pula cara ini
tetap sama kita laksanakan diluat manapun kita berada. Bukankah kita semua mengingkan anak yang bisa menghargai orang lain. Tanda tanya (?)
Sungguh nilai kesusastraan ni halak hitai tinggi/tio bagaikan danau toba.
Tio do tao toba jonokhon ni Tuktuk Parapat
na jarang do luluan songon aturan ni adat batak
Dipuji do na burju dipodai do namarsak
di upai do naloja diingotkon do na lupa
Selamat pagi dan Selamat Beraktivitas. Jika para dongan lupa istilah "Bahat Diho" maka tulisan ini telah mengingatkannya.Enter...(rfs).
No comments:
Post a Comment