Tuesday, February 11, 2014

Dari Cerita asal usul padi / eme sampai ke cerita pucot batak dan India serta Ramalan pucot


#SELAMAT MALAM SAHULA DONGAN#
(Menyimak cerita asal muasal padi atau eme dalam hubungannya
dengan pucot Batak, pucot India dan ramalan pucot)
_______________________________________________________

























___________

Pengantar
___________

Para sahula dongan...!

Malam ini, ada niat untuk menyajikan info dulu sekitar sejarah
asal muasal padi atau eme dalam bahasa hitana. Hal ini menjadi
penting, karena memang eme adalah segala-galanya bagi halak hita.

Penulis tidak tahu bagaimana sejarah atau cerita atau mungkin
mitos mengenai "Asal usul ni emeon versi suku Batak". Karena
itupun tulisan ini bagi penulisnya, "Dianggap sebagai pancingan
bagi halak hita batak, jika ada yang mengetahui ceritanya agar
di p[ostingkan juga di internet ini".

Cerita asal usul ni emeon, penulis kutif dari dua sumber dari
Tanah Jawa yaitu cerita versi Suku Jawa dan cerita versi Suku
Sunda.

Begitupun...!

Postingan ini penulis kasih embel-embel mengegenai "Carito ni
Pucot Batak , Pucot India serta Ramalan Pucot" karena pucot
ternyata dekat juga dengan cerita asal-usul eme tersebut.

Selamat menyimak...!
______________________________________________________

Sumber :
http://kazumasite.weebly.com/asal-mula-adanya-padi.html

"EME BERASAL DARI PUCOT" Dalam hubungannya dengan
Dewi sri pohaci Long Kencana yang mendapat pinangan - Versi Sunda
______________________________________________________

Tersebut pada zaman itu di Taman Sorga Loka, Sunan Ibu kedatangan "Dewi
Sri Pohaci Long Kancana" yang melaporkan bahwa di Buana Panca Tengah
belum terdapat "Cihaya" berupa sesuatu kebutuhan hidup para umat, yang
ada baru berupa "Nur Muhammad". Mendengar hal tersebut, Sunan Ibu
menitahkan agar Dewi Sri Pohaci Long Kancana berangkat ke Buana Panca
Tengah.

Dalam seyogianya Dewi Sri Pohaci Long Kancana tidaklah berkeberatan
untuk berangkat ke Buana Panca Tengah asalkan kepergiannya ditemani
Eyang Prabu Guruminda. Permohonan Sang Putri pun dikabulkan oleh Sunan
Ibu.Sebelum berangkat meninggalkan Sorga Loka, Eyang Guruminda duduk
bersemedi memohon petunjuk Hiang Dewanata. Setelah selesai semedi dan
memperoleh petunjuk, dengan kesaktiannya yang hanya dalam waktu sekejap
sang Putri berubah bentuk menjadi sebuah telur.

Setelah semua persiapannya selesai, maka berangkatlah Eyang Guruminda
mengiring Dewi Sri Pohaci Long Kancana dengan tujuan Negara Buana Panca
Tengah, yang disimpan dalam sebuah Cupu Gilang Kencana. Prabu Guruminda
setelah beberapa lama terbang ke setiap penjuru
utara-selatan-barat-timur yang pada akhirnya pada suatu ketika Cupu
Gilang Kencana terbuka dan "telur" di dalamnya pun terjatuhlah.

Sudah menjadi kersaning Sang Dewata, telur yang terjjatuh tadi jatuh di
suatu tempat yang mana tempat itu dihuni oleh Dewa Anta. (Cirebon
sekarang?). Dewa Anta yang mengetahui di tempat bersemayamnya ada telur,
ta ayal lagi maka telur itu pun dieraminya. Setelah beberapa waktu
lamanya telur dalam eraman Dewa Anta menetas dan lahirlah seorang putri
yang sangat cantik.
Dalam kedewasaannya dengan paras yang sangat cantik yang akhirnya
tersiar berita ke seluruh negri dan berdatanganlah ratu-ratu kerajaan
pada zamannya dengan maksud akan meminangnya untuk dijadikan permaisuri.

Dewi sri pohaci Long Kencana memperoleh pinangan dari para ratu ini
bukanlah menjadikan hatinya senang karena bila ia menerima pinangan
berarti ia telahmengingkari niatnya dan amanat yang telah dibebankan
kepadanya. Kepada setiap ratu pun telah dijelaskan bahwa maksud
pengembaraannya itu bukan semata-mata untuk mencari bakal suami, namun
untuk mengemban amanat dari Sang Hiang Widi di Sorga Loka yaitu untuk
menganugerahkan "CIHAYA" kepada negara gelar Buana Panca Tengah. >>

Walau penjelasn telah disampaikan namun pinangan terus-menerus
berdatangan juga dan oleh karenanya pada akhirnya Dewi Sri Pohaci Long
Kencana menderita tekanan bathin dan jatuh sakit. Lama kelamaan sakitnya
semakin parah dan tibalah suatu saat Sang Putri menyampaikan amanat
terakhir "Nanti bila saatnya tiba dan bila kelak aku sudah disemayamkan,
akan terdapat suatu keanehan-keanehan pada pusaraku". Hendaknya
diperhatikan pada pusaraku; pada bagian "larangan" kelak akan tumbuh
"pohon enau", sedang pada bagian "puser" akan tumbuh bermacam-macam
tumbuhan dan pada bagian kepala akan tumbuh "pohon kelapa". Dan akhirnya
dengan kehendak Sang Hiang Widi, Putri antik pun tilemlah.
Benarlah apa yang diamanatkan oleh Sang putri adalah menjadi kenyataan.
Dikisahkan pada suatu hari, ada kakek-nenek pencari kayu yang seperti
biasanya pada hari-hari tertentu mencari kayu bakar dan sekedar mencari
bahan makanan untuk bekal hidupnya berdua.

Suatu ketika kakek dan nenek mendapatkan sebuah pusara yang telah
ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang belum pernah ditemui dan dilihatnya
selama ini. Seperti apa yang telah diwasiatkan terdahulu bahwa pada
bagian "larangan" tumbuh pohon enau dan pada bagian kepala tumbuh pohon
kelapa. Namun pada bagian sekitar pusernya tumbuh bermacam-macam
tumbuhan dan tepat pada "puser'nya tumbuh suatu tanaman yang sangat aneh
dan belum pernah selama ini kakek dan nenek menemukannya dan baru kali
ini melihatnya. Adalah serangkai tumbuhan berdaunan bagus berbuah masih
hijau berbulu bagus pula.

Timbul niatnya untuk memeliharanya dan dibersihkannya sekitar tumbuhan
tersebut. Demikian dari hari ke hari minggu ke minggu dengan penuh
kesabaran dan ketekunan tumbuhan itu dipeliharanya. Tak terasa waktu
berjalan terus hingga menjelang bulan ke 5, buah yang hijau tdi telah
buncit berisi, sehingga buah yang setangkai itu merunduk karena
beratnya. Dengan penuh kesabaran dan keyakinan lagi pula ingin
mengetahui sampai di mana dan apa sebenarnya tumbuhan yang aneh itu.
Setelah beberapa lama menjelang bulan ke 6 ditengoknya kembali tumbuhan
tersebut dan ternyata butir-butir buah tadi berubah menjadi kuning
sangat indah nampaknya.

Setelah keduanya termenung maka timbullah niat untuk memetiknya.
Sebelum dipetik buah tadi dicicip terlebih dahulu dan ternyata isinya
putih dan semu manis rasanya. Kakek dan nenek menyiapkan dupa beserta
apinya untuk membakar kemenyan untuk memohon izin kepada Hiang Widi.
Selesai upacara membakar kemenyan, ditebaslah tumbuhan yang dimaksud dan
alangkah terkejutnya kakek dan nenek itu karena pada tangkai yang
dipotong tadi mengeluarkan darah bening serta harum *) namun bagi kakek
dan nenek tidaklah menjadi penyesalan karena disadarinya bahwa kejadian
ini sudah menjadi kehendak yang kuasa. Dan sudah bening serta harum
pulalah yang dijadikan kemenyan.

Namun timbul kemudian niatnya untuk menanamnya kembali dan butir-butir
buah tadi ditanamnya kembali sekitar pusara tadi. Keajaibannya pun
terjadi kembali karena dengan seketika itu pula butir-butir tadi tumbuh
dan sudah berbuah kuning pula. Kakek dan nenek langsung menbasnya pula
dan ketika itu pulalah ditaburkannya butir-butir kuning itu demikina
terus kejadian itu terulang sehingga terkumpullah ikatan butir-butir
buah kuning banyak sekali.

Atas kejadian ini kakek dan nenek menjadi bingung karenanya, memperoleh
hasil sangat berlimpah dalam waktu sekejap. Dari asal buah setangkai.
Lagi pula apa yang mereka miliki belum tahu apa dan buah apa gerangan
terlebih namanya pun belum ada.

Demikian, karena kakek dan nenek dalam kebingungan bahkan belum mendapat
keputusan untuk memberinya nama. Sehingga tiba-tiba nenek mengusulkan
bahwa berhubung kakek dan nenek selalu bingung tidak bisa ada keputusan
dan sukar untuk memilih, yang dalam bahasa Sundanya disebut "paparelean"
lebih baik buah ini kita sebut "pare" saja, demikian yang pada akhirnya
tumbuhan serta buahnya tadi diberi nama "Pare".

Tidaklah keberatan kiranya penulis di sini sedikit menganalisa atas
terjadinya nama "Pare". Pertama, mungkin karena ada kata "paparelean"
asal dari dua suku kata yaitu "papar" yang artinya "jelas", "maparkeun"
yang artinya menjelaskan, atau menegaskan, serta diambil dari kata
"Alean" (Sunda) yang artinya "milih" sehingga gabungan dari dua suku
kata awal yang mengandung dua makna yaitu "Par" da "e" pada elean
sehingga menjadi kata "Pare". >>

Kedua, mungkin asal kejadian dari kata "Alean" itu sendiri yang artinya
memilih. Umpamanya saja kami ambilkan contoh dari kata "pilih" bisa jadi
"milih" - marilih - "Parilih". Sehingga dalam kata "Alean" pun (kata
Sunda buhun) bisa terjadi perubahan bentuk menurut kebutuhan menjadi
pang"marelean"keun-di "perelean" yang kemudian hasil dari "marilih" tadi
disebut "PARE".

Demikian hingga sekarang di tatar Sunda yang dimaksud Nagara Buana Panca
Tengah, hingga kini tumbuhan serta buahnya yang dimaksud disebut "PARE",
yang merupakan cita-cita Dewi Sri Pohaci Long Kancana untuk kelengkapan
hidup yang disebut "CIHAYA". ***
_____________________________________________________________

Dari situs :
http://www.beritaunik.net/entertainment/cerita-rakyat-legenda-asal-usul-padi.html

"EME BERASAL DARI PUCOT" Dalam hubungannya dengan 
Dewi Sri Pohaci yang di usir dari Khayangan - Versi Suku Jawa
_____________________________________________________________

Nenek moyang kita dari daerah Jawa mempunyai legenda asal-usul padi Jawa
yang unik. Kata yang empunya cerita, Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru
yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa
dan dewi untuk bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana
baru di kahyangan.

Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan
dipotong tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta)
sang dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki
tangan dan kaki untuk bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah
yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian.

Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasihat Batara Narada,
saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang
sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk
membantu sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu
meratapi betapa buruk nasibnya.

Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib tiga
tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai permata.
Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang yang indah.
Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan kepada
Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau memahami dan mengampuni
kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.

Dengan mengulum tiga butir telur mustika dalam mulutnya, Anta pun berangkat
menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan Anta bertemu dengan seekor
burung gagak yang kemudian menyapa Anta dan menanyakan kemana ia hendak
pergi. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya diam tak dapat
menjawab pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira Anta sombong
sehingga ia amat tersinggung dan marah. Burung hitam itu pun menyerang
Anta yang panik, ketakutan, dan kebingungan. Akibatnya sebutir telur
mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di balik semak-semak menunggu
gagak pergi. Tetapi sang gagak tetap menunggu hingga Anta keluar dari
rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur kedua pun pecah, Anta segera
melata beringsut lari ketakutan menyelamatkan diri, kini hanya tersisa
sebutir telur mustika yang selamat, utuh dan tidak pecah.

Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan telur
mustika itu kepada sang penguasa kahyangan. Batara Guru dengan senang
hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah mengetahui
mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Anta untuk
mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian lama Anta mengerami
telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib yang
keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik,
lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh
Batara Guru dan permaisurinya.

Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu.
Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang
cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus
tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang
memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi.
Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan,
Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu.

Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci.
Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan
maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa
pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci
Sanghyang Sri.

Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan rumah
tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada jalan
lain selain harus membunuh Nyi Pohaci. Para dewa mengumpulkan segala macam
racun berbisa paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman
sang putri. Nyi Pohaci segera mati keracunan, para dewa pun panik dan
ketakutan karena telah melakukan dosa besar membunuh gadis suci tak
berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa turun ke bumi dan dikuburkan
ditempat yang jauh dan tersembunyi.

Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan segenap
dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena
kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul
beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari kepalanya
muncul pohon kelapa; dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai
tanaman rempah-rempah wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya tumbuh
rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum; dari payudaranya
tumbuh buah buahan yang ranum dan manis; dari lengan dan tangannya tumbuh
pohon jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat
kelaminnya muncul pohon aren atau enau bersadap nira manis; dari pahanya
tumbuh berbagai jenis tanaman bambu, dan dari kakinya mucul berbagai
tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya dari pusaranya muncullah 
tanaman padi, bahan pangan yang paling berguna bagi manusia.

Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya,
sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua tanaman
berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak saat itu
umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai sang dewi
baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan
berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia.
Pada sistem kepercayaan Kerajaan Sunda kuna, Nyi Pohaci Sanghyang Sri
dianggap sebagai dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris.
____________________________________________________

Ramalan Pucot atau pusar dalam pandangan macan Negara
____________________________________________________

ADA berbagai cara untuk mengetahui watak, kepribadian, ataupun
peruntungan seseorang. Yang sudah dikenal luas adalah palmistri
(ramalan melalui telapak tangan), fisiognomi (ramalan melalui
bentuk wajah dan tubuh), numerologi (ramalan melalui data
kelahiran), dan Bazi (ramalan melalui data kelahiran yang
dikaitkan dengan lima unsur dalam astrologi Tiongkok).

Sesungguhnya, banyak kebudayaan dunia mewariskan berbagai
jenis ramalan. Di samping yang “biasa-biasa saja”, masyarakat
kuno juga mengenal ramalan yang terkesan “unik dan lucu”.
Salah satunya adalah ramalan melalui pusat atau pusar.

Ramalan ini dikenal sebagai Omphalomancy atau Omphilomancy. 
Menurut ramalan ini, ukuran dan bentuk pusar menunjukkan 
kepribadian dan peruntungan seseorang.

Pusar juga merupakan sarana yang bisa diterawang oleh berbagai
adat masyarakat. Konon, simpulan di tali pusat bayi yang baru
lahir bisa menunjukkan berapa adik yang bakalan dia miliki.
Banyak orang yakin omphalomancy memiliki prediksi tepat untuk
melihat hoki seseorang.

Ramalan melalui pusat dikenal luas di kalangan masyarakat
Tiongkok dan India purba. Di mata pakar fisiognomi, menganalisis
pusar dipandang sama ampuhnya dengan menganalisis garis tangan
dan metode peramalan lainnya. Bahkan mereka percaya karena
pusar merupakan bagian yang tidak mudah dilihat dari luar,
maka pusar mampu menginformasikan tentang “sesuatu” yang
tidak diperoleh lewat palmistri, fisiognomi, frenologi, dsb.

Dulu, melihat pusar seorang wanita merupakan suatu keharusan
yang dilakukan para tetua atau sesepuh. Gan Gie Sian, seorang
pakar membaca tubuh di zaman kuno menuturkan bahwa pusar
seorang wanita banyak mempunyai arti karena memberikan
informasi tentang tabiat, sifat, dan peruntungan.

Begitu juga bagi bangsa Suriah di Asia Barat. Warisan mereka
ternyata masih lestari hingga kini (Pengatahoean Mengenal
Nona-nona, Ho Kim Yoe, 1950).

Menurut kepercayaan Tiongkok, seorang wanita yang baik harus
mempunyai pusar yang dalam dan lebar. Pusar dalam menandakan
tubuhnya kuat dan pusar lebar menandakan pikirannya tajam.

Para wanita yang mempunyai pusar demikian konon bisa tahan
bekerja capek atau tahan sengsara.

Pusar yang bagus juga harus menghadap ke atas. Selain mengenal
budi atau berbudi pekerti luas, dia berharapan besar dan
berkemauan tinggi. Mungkin saja, dia akan menjadi nyonya besar
dan mulia. Sebaliknya, kalau kecil dan hampir rata dengan perut,
maka pikirannya singkat, tidak tahan kerja berat, otaknya kurang
cemerlang, dan banyak mengalami rintangan.

Bentuk pusar yang kurang disukai adalah agak keluar karena
wanita dengan pusar seperti itu jarang mendapatkan kedudukan
baik. Begitu pula bila mencong, suka dengan percintaan dan
sering melamun atau tumbuh rambut, yang berarti suka bergaul
dengan pria sekaligus pandai merayu.

Bagi masyarakat Suriah, pusar agak rata dan hampir sama dengan
perut mengindikasikan wanita yang gampang dengar kata atau
gampang dikasih mengerti, pusar dalam menandakan ingatan yang
tajam, dan pusar keluar berarti suka dengan percintaan tetapi
bisa menjadi ibu yang baik.

Di India masalah pusar wanita banyak disinggung dalam kitab-
kitab kuno zaman Hindu tertua. Dikatakan, bila menyebar,
berdaging, dalam, dan lipatan bagian dalamnya berputar searah
jarum jam, hal ini merupakan pertanda baik atau menguntungkan.
Wanita demikian akan hidup bahagia dan sejahtera. Sebaliknya,
kalau lipatan dari kulit bagian dalam pusar berlawanan dengan
arah jarum jam atau kalau pusar tidak dalam ditambah mata pusar
kelihatan, maka itulah tanda ketidakberuntungan.

Seperti kepercayaan Tiongkok, pada masyarakat India kuno pusar
yang dalam pertanda baik, yakni akan dicintai oleh suami.
Sementara bila seperti teratai, akan menikmati semua kesenangan
hidup.

Lain halnya menurut fisiognomi Barat. Konon bila pusar besar
dan bulat pertanda murah hati dan kaya, bila dalam dan tebal
akan mendapatkan kedudukan yang bagus, bila kecil dan tidak
datar pertanda miskin dan moral kurang bagus, serta bila
menaik di sisi kanan akan mendapatkan kedudukan dan kehidupan
yang menyenangkan.

Dulu, “pilih wanita, lihat pusarnya”, bukanlah sesuatu yang tabu.
Namun pada zaman sekarang pusar dianggap bukanlah faktor
penting. Tentu saja, Anda boleh percaya dan boleh tidak.
____________

Pucot Batak
____________























Alah...najobuma nbamanulison, akka na pucot nihalak hita mattong
nagot bahasan biamai. Okelah...! Semoga kita sepakat, "Sesederhana
apapun bahasan semoga memberi manfaat".

* Hal pucot Batak dalam hubungannya dengan pucot ni 
  adaboru dohot halaklahi

Sepengetahuan penulis, perempuan batak dan laki-laki batak sungguh
bertolak belakang pandangannya terhadap pucot ini. "Sungguh sangat
susah melihat pucot ni adaboru ni tanah batak". Entah apa alasannya
penulis tidak tahu.

Namun penulis berasumsi, "Pucot ni adaboru di tanah batak merupakan
sesuatu yang penting untuk dijaga kerahasiaannya".

Ehem...!

Beda halnya dengan lelaki batak, "Pucot mereka justru mereka pamer-
pamerkan, tunjuk-tunjukkan kepada orang lain. Mereka seolah tak
perduli apa kata orang pada pucotnya.

Bagai mana tidak...!

Tanah batak itu adalah tanah yang secara umum ada diketinggian
1000 meter dari permukaan air laut. Jadi sangat logis jika badan
atau sibut kita kita tutup agar tidak kegerahan, tapi lelaki batak
malah sebaliknya, pucot mereka tetap ditunjuk-tunjukkannya tanpa
perduli atau tidak.

* Pucot-pucot batak di terminal-terminal Jabodetabek

Percaya atau tidak, salah satu cara untuk mengetahui apakah halak
hita atau tidak dalam suatu terminal bus dilihat dari pucotnya.
Maksud penulis, "Jika ada orang yang suka patidahon pucotnya di
terminal-terminal, maka itu dapat dipastikan halak batak".

Biasanya mereka patidahon pucotnya, bukan dengan jalan "Buka
baju atau kaos, tetapi dengan mangangkat sedikit bajunya atau
kaosnya hingga tarida pucotnya. Kesan yang mereka buat pada
saat patidahon pucotnya seolah-olah kegerahan padahal tidak.

* Pucot-pucot batak yang salah pertunjukan

"Kecil teranjak-anjak besar terbawa-bawa" demikian salah satu
bunyi pribahasa. Pribahasa lainnya ada juga, "Alah bisa karena
biasa".

Dalam hubungannya dengan pucot batak, cukup sering juga halak
batak ini tanpa sadar patidahon pucotnya pada tuan-tuan rumah
yang dikunjunginya saat bertamu.

Penulis pernah kedatangan tamu para dongan halak hita tiga
orang ke rumah, dan ketiganya patidahon pucotnya juguk di
ruang tamui, hingga istri penulis protes : "Botulla orang
batak" pucotnyaun dipamer-pamerkannya" kata si boru angin.

* Pucot Batak dalam hubungannya dengan eme
























Selama tinggal di tanah batak, penulis tidak pernah mendengar
ada hubungan eme atau padi dengan pucot, tetapi penulis cukup
sering mendengar perkataan para ibu-ibu yang memberitahu jika
sudah selesai memotong padi atau mardege atau manjomur "Agar
memeriksa pucotnya apakah kemasukan eme atau tidak".

Setelah membaca sejarah eme di atas, penulis jadi berpikir,
"Mungkin ibu-ibu tanah batak telah memberi simbol bahwa eme
memang berasal dari pucot", tapi para ibu ini tidak terlalu
paham dengan cerita "Dwi Padi" persi Tanah Jawa.
______________

Pucot India
______________

"Pucot Batak" jelas merupakan kebalikan dari "Pucot India".
Artinya orang India justru adaboru atau perempuannyalah yang
paling suka patida-tidahon pucotnya. Sedangkan lelakinya
tidak.

Meskipun penulis tidak pernah ke India, tapi dari hasil menonton
film-film india jelas hal ini cukup masuk diakal.

Berikut sebagian dari pucot-pucot tersebut :






















__________________________

Penutup sekaligus saran
__________________________

* Hal Carito asal-usul padi

1. Penulis tidak tahu persis apakah orang batak punya cerita atau
   mitos tentang asal usul ni eme. Tapi jika ada pembaca halak
   hita yang mengetahuinya tentu tak ada salahnya dituangkan
   pula lewat duia maya ini. Yang pasti, versi tanah Jawa eme
   atau padi memberi gambaran berasal dari pusat atau Pucot.

* Hal Ramalan Pucot

  Yah namanya juga ramalan bolehpercaya boleh tidak. Di
  posting di blog ini hanya sekedar perluasan wawasan.

* Hal Pucot Batak (Halaklahi dohot adaboru)

  Penulis tidak terlalu keberatan dengan kebiasaan lelaki batak
  yang suka patida-tidahon pucotnya. Hanya sanya anggia perlu
  narohakku mangaligi tempat. Sungguh kurang pantas patidahon
  pucot di acara-acara pesta/horja, acara bertamu atau silatur
  rahim.

  Okela kalau di lopo-lopo batak, patidahon napolai. Begitu juga
  di aek godang atau di saba atau di rumah sendiri. Juga kurang
  pantas narohakku patida-tidahon pucot sambil mardalan-dalan.
  Botima.

 Kalau soal boru batak yang tidak mau patida-tidahon pucot,
 penulis setuju karena begitula keinginan agama dan budaya
 batak itu. Hal lainnya para ito pun borutulang, kalau bisa
anting-anting tetaplah kalian buat tempatnya di telionga
ulang attong di pucot. Haskas mata ni halak mangaligina.

* Hal Pucot India

  Songonima songoni. Idokkon annon tabo liginon, tai natabo
  tuliskonon. Idokkon naliginon, tai got liginon. Haru songonipe,
  daripada mangaligi gambar, gonanma pucot ni oppu adaboru ligin
  hamu, bila porlu, "Obus jo betak bia do atong...!" Habisi baru
  di sapai, "Ngalide kele sanga milas...?" nimmu.

Molo ijawab ia ngali, berarti masuk angin....!
Baruma di buat afitson. Dihapuskon mattong
sambil marende-ende iba :

Butet...ttttt....dipangusian do ayamu ale butet...tttt...
namarguriuilla namardarurat ale butet....
namarguriuilla namardarurat ale butet....

_________________________________________________________
Cat :
 http://daraprayoga.com/pusar-yang-tertukar/

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork

No comments:

Post a Comment